Melarikan Diri dari Taliban, Ditahan di Turki, Pengungsi Afghanistan: Kami Tidak Ingin Kembali
Ilustrasi warga berusaha keluar dari Afghanistan setelah Taliban mengambil alih Kabul dan pemerintahan . (Twitter/@DeptofDefense)

Bagikan:

JAKARTA - Warga Afghanistan yang berhasil melakukan perjalanan selama berminggu-minggu melalui Iran dengan berjalan kaki ke perbatasan Turki menghadapi tembok setinggi tiga meter, parit atau kawat berduri, ketika pihak berwenang Turki meningkatkan upaya untuk memblokir masuknya pengungsi ke negara itu.

Tindakan perbatasan yang ditingkatkan di Turki, yang telah menampung hampir 4 juta pengungsi Suriah dan merupakan pos pemeriksaan bagi banyak migran yang mencoba mencapai Eropa, dimulai ketika Taliban mulai maju di Afghanistan dan mengambil alih Kabul pekan lalu.

Pihak berwenang berencana untuk menambah tembok perbatasan sepanjang 64 km lagi pada akhir, sejak pembangunan dimulai pada 2017. Sementara, parit, kawat dan patroli keamanan sepanjang waktu akan menutupi sisa perbatasan sepanjang 560 km.

"Kami ingin menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa perbatasan kami tidak dapat dilewati. Harapan terbesar kami adalah tidak ada gelombang migran dari Afghanistan," kata Mehmet Emin Bilmez, gubernur provinsi perbatasan timur Van, kepada Reuters pada akhir pekan, seperti dikutip Senin 23 Agustus.

taliban
Ilustrasi tentara Taliban. (Wikimedia Commons/VOA)

Turki bukan satu-satunya negara yang memasang penghalang di perbatasan. Yunani baru saja menyelesaikan pembangunan pagar pembatas sepanjang 40 km, serta sistem pengawasan untuk mencegah migran yang masih berhasil memasuki Turki dan mencoba mencapai Uni Eropa.

Pihak berwenang mengatakan ada 182.000 migran Afghanistan yang terdaftar di Turki dan sekitar 120.000 yang tidak terdaftar. Presiden Tayyip Erdogan mendesak negara-negara Eropa untuk bertanggung jawab atas masuknya gelombang baru, memperingatkan bahwa Turki tidak berniat menjadi 'unit penyimpanan migran Eropa'.

Sementara, Jumlah migran gelap Afghanistan yang ditahan di Turki sepanjang tahun ini kurang dari seperlima dari jumlah yang ditahan pada 2019. Para pejabat mengatakan mereka belum melihat tanda-tanda lonjakan besar sejak kemenangan Taliban pekan lalu, meskipun jarak yang jauh berarti pengungsi, bisa memakan waktu berminggu-minggu untuk tiba.

Sisi perbatasan pegunungan Turki dengan Iran dipagari oleh pangkalan dan menara pengawas. Mobil patroli memantau sepanjang waktu untuk pergerakan di sisi Iran, dari mana para migran, penyelundup dengan militan Kurdi sering mencoba menyeberang ke Turki.

Migran yang terlihat melewati perbatasan dikembalikan ke pihak Iran, meskipun sebagian besar kembali dan mencoba lagi, menurut pasukan keamanan.

"Tidak peduli berapa banyak tindakan tingkat tinggi yang Anda ambil, mungkin ada orang-orang yang menghindarinya dari waktu ke waktu," tandas Bilmez.

afghanistan
Ilustrasi kondisi di Afghanistan. (Wikimedia Commons/Abdulbasir Ilgor/VOA)

Jalan-jalan yang menuju dari perbatasan dipagari dengan pos-pos pemeriksaan. Para migran yang berhasil melewatinya disembunyikan oleh penyelundup di rumah-rumah, sering kali bangunan kotor dan bobrok di bawah tanah atau di dasar sungai yang kering - menunggu untuk dipindahkan ke Turki barat.

Pada Hari Sabtu, polisi menangkap 25 migran, kebanyakan warga Afghanistan, di belakang sebuah bangunan bobrok di lingkungan Van's Hacibekir.

"Kami pikir akan memiliki fasilitas di sini, kami akan mendapatkan untuk menghidupi orang tua kami. Di sana, ada Taliban untuk membunuh kami," kata Zaynullah, 20 tahun, salah satu dari mereka yang ditahan. Dia mengatakan tiba di Turki dua hari sebelumnya setelah berjalan kaki selama 80 hari.

Mereka yang ditangkap dibawa untuk pemeriksaan kesehatan dan keamanan di pusat pemrosesan. Di sana Seyyed Fahim Mousavi, 26 tahun, mengatakan dia melarikan diri dari rumahnya di Kabul sebulan yang lalu, sebelum Taliban datang, takut mereka akan membunuhnya karena dia bekerja sebagai sopir untuk Amerika Serikat dan Turki.

Istrinya yang berusia 22 tahun, Morsal, mengatakan, mereka melakukan perjalanan melalui Iran sebagian besar dengan berjalan kaki untuk melarikan diri dari Taliban.

"Mereka menyakiti wanita. Setelah memperkosa, mereka akan membunuh wanita itu. Mereka memenggal kepala para pria. "Kami tidak ingin kembali. Biarkan kami tetap di sini," katanya sambil menggendong kedua anaknya, yang berusia dua dan lima tahun.

Setelah diproses, para migran dibawa ke pusat repatriasi, di mana mereka dapat menghabiskan waktu hingga 12 bulan sebelum dikirim kembali ke negara asal mereka. Pemulangan itu telah dihentikan untuk orang Afghanistan sekarang, meninggalkan sekitar 7.500 orang Afghanistan dalam limbo di berbagai pusat repatriasi.

Terpisah, Ramazan Secilmis, wakil kepala direktorat migrasi, mengatakan organisasinya bekerja untuk mengidentifikasi mereka yang membutuhkan perlindungan dari Taliban untuk memindahkan mereka ke negara ketiga.

"Mereka yang membutuhkan perlindungan perlu dipisahkan dari mereka yang datang ke negara kami karena alasan ekonomi. Kami tidak dapat mendeportasi siapa pun secara otomatis hanya karena mereka memiliki kewarganegaraan Afghanistan," singkatnya.