Presiden Erdogan: Uni Eropa Tidak akan Jadi Pusat Kekuatan Tanpa Turki
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (Wikimedia Commons/World Economic Forum/Andy Mettler)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut Uni Eropa (IE) tidak akan mampu mewujudkan mimpinya menjadi pusat kekuatan, tanpa Turki sebagai anggota. Pernyataan ini merujuk pada status Turki yang belum menjadi anggota UE. 

“Tidak mungkin bagi UE untuk mencapai tujuannya menjadi pusat daya tarik dan kekuatan, tanpa Turki sebagai anggota penuh,” kata Erdogan, saat berbicara pada KTT Proses Kerjasama Eropa Tenggara (SEECP) di Antalya, Turki Kamis 17 Juni, seperti melansir Yenisafak, Jumat 18 Juni.

Lebih jauh Presiden Erdogan menerangkan, Ankara mengharapkan Uni Eropa segera melepaskan diri dari kebutaan strategis, sekaligus untuk memajukan proses aksesi dalam kerangka agenda positif. 

Presiden Erdogan juga mengkritik meningkatnya rasisme, Islamofobia dan sentimen anti-imigran dalam skala global. Menurutnya, secara bertahap hal itu akan berubah menjadi masalah keamanan nasional.

KTT yang tahun ini digelar di Turki sebagai presiden aliansi, juga menjadi peringatan 25 tahun berdirinya SEECP yang menyatukan Turki, Albania, Bosnia dan Herzegovina, Bulgaria, Republik Makedonia, Rumania, Serbia, Yunani, Kroasia, Moldova dan Montenegro.

"Ini merupakan simbol dari keinginan bersama negara-negara di kawasan untuk meningkatkan kerja sama di antara anggota, guna mewujudkan stabilitas di Eropa Tenggara," sebut Kementerian Luar Negeri Turki.

Untuk diketahui, melansir Anadolu 31 Maret, Turki mengajukan keanggotan Uni Eropa sejak tahun 1987, namun pembicaraan aksesi baru dimulai pada tahun 2005. Proses ini terhenti karena keberatan Siprus Yunani, serta keberatan Jerman dan Prancis di tahun 2007. 

Sementara, untuk mendapatkan keanggotaan UE, Turki harus menyelesaikan negosiasi dari 35 bab kebijakan yang melibatkan reformasi dan adopsi standar Eropa. 

Hingga Mei 2016, 16 chapter proses itu telah dibuka dan satu telah ditutup. Namun pada Desember 2016, negara anggota mengumumkan bahwa chapter baru tidak akan dibuka.

Sejak itu, Ankara telah mengadakan banyak negosiasi dengan pejabat UE, serta bersikeras bahwa Turki ingin membuka Bab 23 tentang peradilan dan hak-hak fundamental dan Bab 24 tentang keadilan, kebebasan, dan keamanan.