JAKARTA - Presiden Recep Tayyip Erdoğan mengkritik sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) karena gagal mengambil tindakan untuk mengatasi masalah keamanan Turki.
Presiden Erdogan mengatakan, Ankara mengharapkan sekutu NATO-nya untuk mengambil langkah-langkah konkret, untuk mengatasi masalah keamanannya daripada membuat pernyataan yang tidak efektif.
Dia mengacu pada aplikasi terbaru Swedia dan Finlandia untuk menjadi anggota NATO. Kedua negara dinilai menolak untuk bekerja sama dengan Turki dalam kelompok teroris yang mengancam keamanan nasional negara tersebut.
Menekankan kontribusi besar Turki untuk keamanan NATO dan peran vital yang dimainkannya untuk semua sekutunya, Presiden Erdogan mengatakan kebijakan yang mengabaikan masalah keamanan dasar tidak akan menguntungkan siapa pun.
"Kami percaya bahwa kebijakan perluasan yang mengabaikan masalah keamanan mendasar tidak akan menguntungkan kami atau NATO," kata Presiden Erdogan, dikutip dari Daily Sabah 24 Mei.
Dia juga mengkritik Swedia atas sanksinya terhadap Turki, dengan mengatakan Ankara tidak akan mengabaikannya.
Lebih jauh Presiden Erdogan melanjutkan, NATO perlu menanggapi masalah keamanan Turki pada saat kemitraan aliansi adalah yang paling diperlukan, di tengah invasi berkelanjutan Rusia ke Ukraina dan ancaman lainnya.
"Pada saat kami berhadapan dengan serangan roket lintas batas Daesh (ISIS) yang menargetkan kota-kota kami dan serangan teroris, sistem pertahanan udara di negara kami dengan tergesa-gesa disingkirkan oleh sekutu kami," kritiknya.
"Turki belum menerima dukungan yang diharapkan dari sekutunya mengenai pemenuhan kebutuhan pertahanannya, operasi lintas batas yang sah, atau perjuangan kontraterorisme selama 40 tahun," sambung Presiden Erdogan.
Swedia dan Finlandia secara resmi mendaftar untuk bergabung dengan NATO pada Hari Rabu pekan lalu, keputusan yang didorong oleh perang Rusia di Ukraina, yang dimulai pada bulan Februari.
Turki, salah satu anggota lama aliansi itu menyuarakan keberatan atas tawaran keanggotaan keduanya, mengkritik negara-negara tersebut karena menoleransi dan bahkan mendukung kelompok-kelompok teroris.
Presided Erdogan telah menempatkan hambatan bagi Swedia dan Finlandia untuk bergabung dengan aliansi tersebut. Dia menuduh Stockholm, dan pada tingkat lebih rendah Helsinki, mendukung kelompok teroris PKK dan kelompok lain yang dipandang Ankara sebagai teroris dan ancaman bagi keamanan nasional.
Turki, yang memiliki tentara terbesar kedua di NATO, juga menuduh kedua negara Nordik memberlakukan pembatasan ekspor peralatan industri pertahanan ke Turki dan gagal mengekstradisi tersangka yang dicari oleh otoritas Turki.
Diketahui, Swedia dan Finlandia telah memberlakukan embargo ekspor senjata ke Turki setelah operasi militernya berusaha untuk membersihkan Suriah utara di timur sungai Efrat dari teroris YPG, cabang PKK Suriah, pada tahun 2019.
BACA JUGA:
Sementara, Presiden Erdogan menggambarkan Swedia sebagai 'pusat inkubasi organisasi teroris,' dengan mengatakan beberapa anggota parlemennya mendukung PKK, yang ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Turki, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Dalam lebih dari 40 tahun kampanye terornya melawan Turki, PKK, yang terdaftar sebagai organisasi teroris oleh Turki, Amerika Serikat dan Uni Eropa, telah bertanggung jawab atas kematian lebih dari 40.000 orang.
Adapun FETÖ dan pemimpinnya yang berbasis di AS Fetullah Gülen mengatur kudeta yang gagal pada 15 Juli 2016, di mana 251 orang tewas dan 2.734 terluka.
Ankara menuduh FETO berada di belakang kampanye jangka panjang untuk menggulingkan negara melalui infiltrasi ke lembaga-lembaga Turki, khususnya militer, polisi dan peradilan.