Bagikan:

JAKARTA - Seorang pria yang bekerja sebagai koki di dapur Kedutaan Besar Inggris di Kabul, Afghanistan selama tujuh tahun, memohon bantuan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson untuk mengevakuasi dan menyelamatkan Ia beserta keluarganya.

Permohonan ini dimintanya, saat meningkatnya 'pencarian' warga Afghanistan yang bekerja untuk negara-negara Barat, oleh gerilyawan Taliban. Kendati, sebelumnya Taliban mengatakan tidak akan melakukan 'pembalasan'.

"Saya benar-benar takut, takut. Sudah empat hari kami tidak keluar rumah. Setiap suara di pintu membuat kami takut akan nyawa kami,” kata Ahmad, yang tinggal tidak jauh dari bandara Kabul, tetapi takut bepergian ke sana bersama istri dan tiga anaknya, berusia 22, 17 dan 11 tahun, mengutio The Guardian Jumat 20 Agustus.

"Saya sangat bangga bekerja dengan orang asing, kami tidak pernah menyangka situasi ini akan terjadi. Kami tahu Taliban sangat brutal. Mereka tidak akan pernah memaafkan kami karena bekerja dengan pemerintah asing. Sebagai mantan pegawai kedutaan Inggris selama tujuh tahun, saya ingin Boris Johnson merasakan tekanan yang kami rasakan karena kami bekerja untuk pemerintah asing. Kami memintanya untuk membantu sebanyak yang dia bisa. Tolong bantu kami keluar," pintanya.

Istrinya mengatakan, jika dia tahu bekerja untuk Inggris dan Amerika akan membahayakan keluarga mereka, ia menyebut tentu tidak akan pernah bekerja dengan mereka.

"Putri saya yang berusia 11 tahun menangis sepanjang waktu. Ada suara tembakan sepanjang waktu karena kami berada di dekat bandara. Kami sangat ketakutan dan takut akan masa depan kami. Saya belum tidur selama empat hari," ungkapnya.

Ahmad, yang meminta agar nama aslinya tidak dipublikasikan tetapi yang telah menunjukkan kontrak kerjanya kepada Guardian, bekerja di pekerjaan katering di kedutaan sebagai karyawan G4S dan kemudian untuk keamanan bagi Amerika Serikat.

Awalnya dia melarikan diri ke wilayah Takhar, tempat orang tuanya tinggal, tetapi, ia akhirnya berpindah dari tempat tersebut lantaran gerilyawan Taliban datang untuk mencarinya.

"Semua orang tahu saya bekerja untuk orang asing. Mereka sudah datang mencari saya di rumah ayah saya. Mereka datang ke pintu rumah, tapi saya sudah pergi," tuturnya.

"Saya sangat ketakutan. Di Kabul sekarang situasinya sangat rapuh dan memburuk. Anak saya melihat Taliban menembak seorang pemuda di dada dan dia meninggal. Yang dia lakukan hanyalah menatap mereka. karena mereka terlihat sangat berbeda dengan rambut panjang dan janggut mereka. Dia berusia 20-an," tandasnya.

Ahmad mengatakan tidak masalah bagi Taliban bahwa dia bukan senior atau bekerja dengan tentara atau intelijen.

"Setiap jenis pekerjaan dengan Inggris atau Amerika dipandang sebagai bekerja dengan musuh, penjajah," katanya, berbicara melalui seorang penerjemah di Asosiasi Afghanistan di London.

Ahmad adalah salah satu dari banyak orang yang menurut Menteri Pertahanan, Ben Wallace, pada Kamis pekan lalu dalam ketakutan yang mendalam, tidak berhasil sampai ke bandara.

Tapi, Ahmad mengatakan dia penuh harapan. “Inggris adalah negara yang sangat kuat. Jika ada kemauan, kami berharap mereka akan menemukan jalan." Sementara, sang istri berkata, “Kami mencoba semua yang kami bisa untuk keluar tetapi sekarang kami mengunci diri di rumah kami. Saat ini aku sangat takut.”

Ahmad dikontrak ke G4S untuk bekerja sebagai koki di kedutaan Inggris antara 2007 dan 2014 sebelum ia beralih ke perusahaan keamanan yang bekerja untuk Amerika. Dia mengungkapkan, perusahaan AS telah menolak bantuannya karena dia adalah seorang subkontraktor.

Sementara, dia telah mendengar melalui Facebook tentang tawaran Menteri Dalam Negeri Inggris, Priti Patel, untuk memukimkan kembali warga Afghanistan yang rentan, katanya, tetapi mempertanyakan bagaimana pejabat Inggris dapat mengidentifikasi orang-orang seperti dia.

"Begitu banyak orang merasa terancam. Bagaimana mereka bisa menghubungi kami? Kita terlalu takut untuk menghubungi orang lain. Bahkan tetangga kami bisa melaporkan kami ke Taliban. Semua orang tahu kami bekerja untuk pemerintah asing," terangnya.

Kasus Ahmad menimbulkan pertanyaan tentang kriteria apa yang digunakan Pemerintah Inggris untuk mengevakuasi mereka yang pernah bekerja dengan mereka, dan apakah mereka akan menerima orang yang bekerja untuk mereka di tahun-tahun sebelumnya.

Itu terjadi ketika Guardian mengungkapkan lebih dari 100 penjaga di kedutaan Inggris di Kabul, dipecat dari pekerjaan mereka pada Sabtu malam, dan telah diberitahu, mereka tidak memenuhi syarat untuk perlindungan Pemerintah Inggris karena mereka dipekerjakan melalui kontrak outsourcing.

Terpisah, Karim Sharin, direktur kebijakan Asosiasi Afghanistan London, yang memfasilitasi wawancara dengan Ahmad dan menerima telepon sepanjang jam dari warga Afghanistan yang putus asa mengatakan, evakuasi staf berpendidikan yang bekerja untuk pemerintah asing dapat menyebabkan 'tragedi kedua' bagi negara.

"Terlepas dari jaminan Taliban, orang tidak bisa mempercayai apa yang mereka katakan. Jika mereka pergi, Anda akan membutuhkan 20 tahun lagi untuk membangun tenaga kerja terdidik lagi. Pengeringan otak akan cocok untuk Taliban karena akan memudahkan mereka untuk memerintah," ucapnya.

Ada pun juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan: "Kami melakukan segala upaya untuk merelokasi staf Afghanistan yang memenuhi syarat dan keluarga mereka yang ingin pindah ke Inggris, dan komitmen ini akan bertahan. Tim di Afghanistan, yang dipimpin oleh duta besar kami dan didukung oleh personel diplomatik dan militer tambahan, bekerja keras untuk mengeluarkan warga negara Inggris dan mantan staf Inggris secepat mungkin," seraya mengatakan tawaran kepada staf tidak 'terbatas waktu'.