Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pemberian remisi kepada narapidana tindak pidana korupsi merupakan hak. Tapi, pemberiannya harus berdasarkan syarat berlaku karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang berdampak pada banyak aspek.

Hal ini disampaikan untuk menanggapi pemberian remisi terhadap sejumlah narapidana kasus korupsi dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan ke-76 RI pada 17 Agustus lalu.

"Remisi merupakan hak seorang narapidana untuk mendapat pengurangan pidana namun tentu dengan syarat yang telah ditentukan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan yang dikutip Minggu, 21 Agustus.

Ia enggan mengomentari lebih lanjut perihal pemberian remisi ini. Hanya saja, KPK memastikan akan tetap menyelidiki, menyidik, menuntut pelaku korupsi sesuai fakta, analisis, dan pertimbangan hukum yang ada.

Selain itu, komisi antirasuah juga akan fokus pada pemulihan aset dari pelaku tindak pidana korupsi.

"KPK berharap setiap hukuman pokok dan tambahan kepada para pelaku korupsi ini bisa memberikan efek jera dengan tetap menjunjung azas keadilan hukum," tegas Ali.

Lebih lanjut, ia berharap pemberatan hukuman semacam ini juga bisa memberikan pembelajaran kepada publik agar tidak terjadi praktik korupsi.

"KPK juga simultan menjalankan strategi upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi dengan harapan besar kelak negeri ini bersih dari korupsi," ujar Ali.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM memberikan remisi kepada 214 narapidana tindak pidana korupsi. Dari jumlah tersebut, 210 narapidana mendapat pemotongan masa hukuman sementara 4 narapidana bisa langsung menghirup udara segar di luar jeruji besi.

Remisi diberikan kepada seluruh narapidana yang telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif, seperti telah menjalani pidana minimal 6 bulan, tidak terdaftar pada Register F, dan aktif mengikuti program pembinaan di Lapas, Rutan, atau LPKA.

Ada sejumlah nama napi korupsi yang mendapat remisi berupa pengurangan masa tahanan di antaranya mantan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang jadi narapidana dalam kasus suap PLTU Riau-1; Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama yang merupakan terpidana kasus suap ekspor benur atau benih lobster Suharjito; hingga terpidana dalam kasus megakorupsi e-KTP yaitu Andi Agustinus atau Andi Narogong, mantan Dirjen Dukcapil Irman, dan mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.

Selain itu, ada juga nama terpidana kasus suap surat jenderal polisi dan jaksa Joko Tjandra dan Tommy Sumardi dan terpidana kasus suap fatwa Mahkamah Agung yang merupakan rekan Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan Jaya.