Busana Adat Bundo Kanduang Puan Maharani dan Jejak Polemik PDIP di Sumbar
Puan Maharani/FOTO VIA ANTARA

Bagikan:

JAKARTA -  Wakil Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Audy Joinaldy menyebut masyarakat Minangkabau bangga karena Ketua DPR Puan Maharani memakai busana adat Bundo Kanduang asal Lintau, Tanah Datar, Sumatera Barat.

Puan Maharani memakai busana Bundo Kanduang saat menghadiri Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan HUT Ke-76 RI di Istana Merdeka, Selasa. Dalam acara itu, cucu proklamator Bung Karno tersebut didaulat membacakan teks Proklamasi.

"Kami melihatnya juga bangga sebagai masyarakat Minangkabau. Bahwasanya masyarakat Sumatera Barat melihat Ketua DPR RI mengenakan pakaian Minangkau dalam upacara yang sangat besar, upacara HUT Kemerdekaan Republik Indonesia," kata Audy dikutip Antara, Selasa, 17 Agustus.

Audy menyatakan kebanggaannya atas pilihan Puan mengenakan baju adat khas Minang. Menurut dia, Puan terlihat anggun mengenakan baju tersebut.

"Kami pikir ini adalah pilihan beliau sendiri mengenakan baju Minangkabau," kata Audy.

Menurut Audy, Puan memang memiliki darah Minang karena nenek Puan dari ayahnya, Taufiq Kiemas, merupakan wanita asli Tanah Datar, Sumbar.

"Tentunya kami bangga karena Minangkabau kan matriarkat, turunan dari wanita. Karena ibunya Pak Taufiq Kiemas adalah orang Minang, artinya memang Ibu Puan adalah keturunan Minangkabau," ucapnya.

Pada upacara detik-detik Proklamasi Kemerdekaan di Istana Merdeka, Puan memakai busana Bundo Kanduang berwarna krem, merah, dan emas. Busana adat yang biasa disebut juga dengan Limpapeh Rumah Nan Gadang itu merupakan busana yang biasa dipakai oleh wanita Minang di Sumatera Barat.

Biasanya, pakaian adat ini dipakai oleh seorang wanita yang telah dewasa atau yang telah menikah. Busana Bundo Kanduang dilengkapi dengan Tingkuluak Balenggek, penutup kepala yang berasal dari Lintau, Tanah Datar.

Oleh wanita Minang, busana Bundo Kanduang biasa dipakai pada acara adat seperti pernikahan, pengangkatan datuak, dan lainnya. Makna busana ini merupakan simbol dari pentingnya peran seorang ibu dalam sebuah keluarga.

"Negeri yang merdeka ini tidak hanya harus berdaulat secara politik dan berdikari secara ekonomi, tetapi juga berkepribadian dalam budayanya," ujar Puan sebelumnya mengutip Trisakti Bung Karno.

Jejak Polemik PDIP di Ranah Minang

Kembali ke belakang kala ‘panasnya’ pilkada serentak 2020, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengaku bingung dengan sikap warga Sumatera Barat yang tampak belum dapat menerima partainya. Padahal, kata dia, Presiden pertama RI Soekarno dekat dengan tokoh nasionalis dari tanah minang tersebut.

Selain itu, Mega juga mengakui sulit untuk membuat masyarakat di wilayah tersebut memilih kepala daerah dari partainya.

"Kalau saya melihat Sumbar itu, saya pikir, kenapa ya rakyat Sumbar itu sepertinya belum menyukai PDI Perjuangan? Meskipun sudah ada beberapa daerah yang mau, meminta, sudah ada katakan kantor DPC-nya, DPD-nya. Tapi kalau untuk mencari pemimpin di daerah tersebut, menurut saya masih akan agak sulit," kata Mega saat memberikan pengarahan bagi calon kepala daerah secara virtual yang baru saja diumumkan, Rabu, 2 September.

"Padahal kalau kita ingat sejarah bangsa, banyak orang dari kalangan Sumbar yang menjadi nasionalis. Yang pada waktu itu kerja sama dengan Bung Karno, seperti Bung Hatta. Bung Hatta kan sebenarnya datang dari Sumbar," imbuhnya.

Melihat kesulitan mendapat perhatian dari masyarakat Sumatera Barat, dia kemudian memerintahkan kadernya untuk mempelajari mengapa masih ada daerah yang belum menerima dan mempercayainya.

"Itulah salah satu bagian dari kerja keras kita, kerja besar kita," tegasnya.

Kala itu Puan Maharani jadi sorotan. Pernyataan Puan yang berujung polemik ini disampaikan pada Rabu, 2 September 2020, saat dirinya membacakan rekomendasi dari PDIP kepada calon kepala daerah. Usai mengumumkan rekomendasi dukungan terhadap pasangan Mulyadi-Ali Mukhni, anak Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ini berharap agar Sumbar bisa menjadi provinsi yang mendukung Pancasila.

"Semoga Sumatera Barat bisa menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila," kata Puan saat itu.

Tak lama, pernyataan ini kemudian menjadi polemik dan berujung pada pengembalian rekomendasi PDIP oleh Mulyadi-Ali Mukhni dan hal ini dibenarkan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. 

"PDI Perjuangan mengucapkan terima kasih kepada Mulyadi. Sejak awal saya sudah menduga bahwa Mulyadi tidak kokoh dalam sikap sebagai pemimpin, sehingga mudah goyah dalam dialektika ideologi," ujarnya dalam pernyataan tertulis, Minggu, 6 September.

Selanjutnya, setelah pengembalian rekomendasi ini, Ketua DPD PDIP Sumbar Alex Indra Lukman menyatakan dari hasil rapat internal memutuskan PDIP tidak mengikuti ajang Pilgub Sumatera Barat.