Bagikan:

JAKARTA - Pernyataan Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang berharap agar Sumatera Barat menjadi provinsi yang mendukung Pancasila berpolemik. Ujungnya, pasangan bakal calon gubernur dan wakilnya Mulyadi-Ali Mukhni mengembalikan dukungan yang telah diberikan PDIP. Pengembalian dukungan ini membuat partai berlambang banteng itu abstain di Pilkada Sumbar 2020.

Meski PDIP telah menyatakan abstain namun ada satu hal yang perlu dilakukan Puan, yaitu meminta maaf. Hal ini disampaikan oleh pengamat poltik dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor. Menurut dia, permintaan maaf ini perlu dilakukan agar polemik pernyataan tersebut berhenti bergulir.

"Sebenarnya (meminta maaf, red) itu suatu hal yang cukup elegan jika dilakukan," kata Firman saat dihubungi VOI, Selasa, 8 September.

Dia mengatakan, PDIP sebaiknya tak melakukan pembelaan terkait pernyataan yang dianggapnya sebagai kontroversi.

Diketahui, sejak kontroversi pernyataan Puan itu muncul ke permukaan sejumlah elite politik partai tersebut menyampaikan berbagai pernyataan jika Puan berdarah Minang dan tak ada maksud untuk menyakiti hati masyarakat Sumatera Barat.

Pernyataan ini salah satunya sempat disampaikan oleh Arteria Dahlan yang juga Wakil Ketua Ikatan Keluarga Minang (IKM). Dia mengatakan orang Minang harusnya justru menjaga dan membanggakan Puan yang merupakan anak dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dari Taufiq Kiemas yang berdarah minang.

"Harusnya orang Minang, menjaga Puan, beliau aset dan sekaligus kebanggaan orang Minang. Harus kita jaga. Kan harusnya orang Minang bangga, khususnya perempuan Minang bangga, punya Ketua DPR pertama kalinya yang perempuan, dan perempuan Minang pula," kata Arteria dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu.

Kembali ke Firman, pernyataan semacam ini sebenarnya tidak perlu. Dia menilai, Puan sebaiknya meminta maaf karena pernyataannya itu malah membuat polemik di tengah masyarakat.

"Ada banyak cara untuk meminta maaf ya, dan menunjukkan ekspresi itu. Kalau itu bisa dilakukan maka itu akan lebih baik lagi, demi menyatukan bangsa ini agar makin solid," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menilai, blunder semacam ini jika terjadi lagi dan tak ada penyelesaiannya, maka yang terjadi PDIP bisa saja kehilangan kursi di Sumatera Barat. Padahal saat ini di DPRD Provinsi Sumbar, partai berlambang banteng ini punya tiga kursi.

"Harus lebih hati-hati lagi. Jika blunder terus bisa tak dapat kursi di Sumbar. (Pernyataan ini, red) bisa menjadi lampu merah bagi PDIP," kata Ujang.

Selain itu, dalam jangka panjang, pernyataan Puan ini akan membuat PDIP kerepotan saat pemilu. Sehingga, solusi yang paling tepat adalah Puan menyampaikan permintaan maaf dan melakukan pendekatan secara keagamaan yang mudah diterima oleh masyarakat di sana.

"Jika statement Puan menggelinding terus maka Pemilu ke depan bisa kerepotan. Solusinya minta maaf," ujarnya.

Sebelumnya, pernyataan Puan yang berujung polemik ini disampaikan pada Rabu, 2 September lalu saat dirinya membacakan rekomendasi dari PDIP kepada calon kepala daerah. Usai mengumumkan rekomendasi dukungan terhadap pasangan Mulyadi-Ali Mukhni, anak Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ini berharap agar Sumbar bisa menjadi provinsi yang mendukung Pancasila.

"Semoga Sumatera Barat bisa menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila," kata Puan saat itu.

Tak lama, pernyataan ini kemudian menjadi polemik dan berujung pada pengembalian rekomendasi PDIP oleh Mulyadi-Ali Mukhni dan hal ini dibenarkan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. 

"PDI Perjuangan mengucapkan terima kasih kepada Mulyadi. Sejak awal saya sudah menduga bahwa Mulyadi tidak kokoh dalam sikap sebagai pemimpin, sehingga mudah goyah dalam dialektika ideologi," ujarnya dalam pernyataan tertulis, Minggu, 6 September.

Selanjutnya, setelah pengembalian rekomendasi ini, Ketua DPD PDIP Sumbar Alex Indra Lukman menyatakan dari hasil rapat internal memutuskan PDIP tidak mengikuti ajang Pilgub Sumatera Barat.