Bagikan:

SULBAR - Sidang paripurna yang diikuti Pemerintah Kota dan DPRD Kota Bukittinggi diwarnai aksi walk out sejumlah tokoh adat setempat pada Kamis 22 Desember. Mereka menolak Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ditunjuk jadi perwakilan tokoh masyarakat dalam sidang terkait peringatan hari jadi kota (HJK) ke-238 Bukittinggi tersebut.

Berdasarkan pantauan, sejumlah tokoh adat Bukittinggi mulai dari Penghulu Pucuak, E Datuak Rajo Mulia dan Pangka Tuo Nagari Kurai Bukittinggi, D Datuak Rangkayo Basa, menyatakan ketidaksetujuannya. Keduanya pun walk out saat agenda penyampaian dari tokoh masyarakat yang diwakili Ketua MUI berlangsung

"Kami keberatan dengan ditunjuknya Ketua MUI menjadi perwakilan tokoh masyarakat di sidang Hari Jadi Kota Bukittinggi yang merupakan tanah kelahiran kami ini, seharusnya diberikan ruang untuk Ninik Mamak (Ninik Mamak Pangka Tuo Nagari, Elvis Datuak Kampuang Dalam, red) yang berbicara, MUI adalah lembaga tersendiri, bukan bagian dari adat Kurai Bukittinggi," kata Pangka Tuo di lokasi, Bukittinggi, Sulawesi Barat (Sulbar), Kamis 22 Desember.

Ia mengatakan, Penghulu Pucuak menjadi tokoh adat pertama yang interupsi menyatakan keberatan. Sejumlah tokoh adat kemudian mengikuti jejak Penghulu Pucuak.

"Saya tidak setuju, itu yang diteriakkan Inyiak Mulia tadi, kami pun mengiringi langkah beliau keluar dari sidang, meskipun masih ada beberapa tokoh adat lainnya yang bertahan," kata Pangka Tuo.

Tokoh adat lainnya juga menyayangkan kejadian yang terjadi di hadapan para tamu undangan seperti Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldi. Dia menyebut, peristiwa ini pertama kalinya di Bukittinggi.

"Padahal kami sudah mewanti-wanti ke kesekretariatan DPRD serta protokol sebelum hari ini dan diulang lagi tadi pagi sebelum acara tapi ternyata tidak digubris," kata Ninik Mamak.

Ninik Mamak meminta Pemerintah Kota dan DPRD Bukittinggi menjalin komunikasi dengan Pemerintahan Nagari dalam menyelenggarakan acara terkait adat setempat. Menurutnya, kejadian ini jangan sampai terulang lagi.

"Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, ini teguran lagi, semoga tidak terulang di masa datang, jangan ada jarak antara Pemkot dengan tokoh adat, tidak bagus, saya tidak tahu siapa yang menginstruksikan, yang pasti kami kecewa," katanya.

Kejadian ini sempat membuat sidang paripurna HJK ke-238 Bukittinggi terhenti. Sejumlah anggota DPRD Bukittinggi sempat meminta tokoh adat setempat yang melakukan walk out masuk kembali. Namun permintaan itu mendapat penolakan meski akhirnya rapat dilanjutkan kembali setelah situasi kondusif.

Anggota DPRD dari Fraksi Nasdem, Asril, mengakui adanya kesalahan dari kesekretariatan dalam penyusunan acara HJK ke-238 Bukittinggi.

"Harus diakui adanya kecolongan, saya juga malu dan rasanya pantas tokoh adat kecewa dan keluar dari sidang, secara pribadi saya juga kecewa, nanti akan kami evaluasi kembali," kata Asril.

Sementara itu, Sekretaris Dewan DPRD Kota Bukittinggi, Ade Mulyani belum bisa dimintai keterangannya.

Berdasarkan laporan Antara, sidang paripurna HJK Bukittinggi menjadi agenda rutin setiap tahun DPRD bersama Pemkot Bukittinggi. Sidang untuk memperingati HUT Bukittinggi itu selalu dihadiri tokoh masyarakat, Bundo Kanduang, Forkopimda dan tamu undangan dari Provinsi Sumbar.