Bagikan:

JAKARTA - Fraksi Partai Demokrat keluar atau walk-out dari rapat paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi undang-undang. Aksi yang terjadi jelang pengesahan ini, dianggap oleh peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus sebagai satu hal yang kerap terjadi karena usulannya tidak diterima dan bisa disebut sebagai salah satu bentuk aksi politis.

"Soal sikap Demokrat saya kira wajar saja ya, karena selama ini selalu ada saja satu atau dua fraksi yang melakukan walk-out sebagai langkah politik mereka atas tak diakomodasinya usulan atau penolakan mereka atas kebijakan atau RUU yang mau diputuskan. Tapi, tentu saja ini aksi politis yang bisa dibaca sebagai bagian dari strategi untuk mendapatkan strategi publik," kata Lucius saat dihubungi VOI, Selasa, 6 September.

Namun, Lucius menyebut aksi politis ini tidak akan memberikan dampak buruk bagi mereka dan justru patut diapresiasi. Sebab, sikap Partai Demokrat tersebut sudah sesuai dengan sikap masyarakat kebanyakan yang menolak disahkannya undang-undang berpolemik tersebut.

"Jadi tentu patut diapresiasi walaupun kekuatan Demokrat memang tak mungkin bisa menyaingi jumlah partai politik koalisi sehingga tak berefek pada keputusan akhir," tegasnya.

Selanjutnya, apresiasi juga harusnya diberikan karena fraksi partai berlambang bintang mercy ini mampu memberikan contoh menjadi oposisi yang baik dan harusnya sikap semacam inilah yang dimiliki oleh oposisi. "Mereka mungkin secara kekuatan jumlah memang kalah," ungkap dia.

"Namun, sikap mereka untuk tidak kompromi dengan koalisi patut diapresiasi. Ke depannya, mereka perlu menggalang dukungan publik selama proses pembahasan. Sehingga ke depan kekuatannya bisa signifikan mempengaruhi proses keputusan akhir," imbuhnya.

Diketahui, Fraksi Partai Demokrat memutuskan keluar atau walk-out dari rapat paripurna pengesahan UU Cipta Kerja setelah merasa tak diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangan.

"Kalau demikian maka kami Fraksi Partai Demokrat menyatakan walkout dan tidak bertanggung jawab ..." ungkap  anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman sebelum melaksanakan aksi tersebut sesaat sebelum palu pimpinan sidang Azis Syamsuddin diketuk.

Namun, sebelum aksi keluar dari ruang rapat paripurna dilakukan, fraksi ini sempat melaksanakan interupsi berkali-kali sembari mempertanyakan mengapa pemerintah dan DPR terkesan terburu-buru untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja. Selain itu, Demokrat juga meminta agar pengambilan keputusan dilaksanakan dengan sistem pemungutan suara atau voting. 

Hanya saja, upaya mereka menyampaikan sikapnya ini harus berkali-kali terganggu oleh pelantang suara yang mati dan disebut terjadi karena satu sistem sehingga tak bisa digunakan bersama-sama serta keinginan pimpinan rapat agar rapat tersebut dapat segera diselesaikan.

Sebelumnya, DPR RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.

Hadir dalam rapat paripurna secara fisik Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Ketenegakerjaan Ida Fauziah, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Usai mendengarkan pandangan dari Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, DPR kemudian memutuskan untuk mengetuk rancangan perundangan tersebut meski ada penolakan dari Fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.

"Perlu kami sampaikan, berdasarkan yang kita simak dan dengar bersama. Maka sekali lagi saya butuh persetujuan dalam forum rapat paripurna ini. Bisa disepakati?" kata Azis sebelum mengetuk palu persetujuan.

"Setuju," jawab anggota dewan diiringi dengan ketukan palu dari pimpinan rapat.

Adapun pengesahan RUU Cipta Kerja ini mendapat persetujuan dari tujuh fraksi yaitu PDIP, Gerindra, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan Golkar. Sedangkan, Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS tetap menolak pengesahan RUU yang menimbulkan polemik tersebut.