Bagikan:

JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkap, pagebluk COVID-19 menjadi peringatan bagi Indonesia untuk lebih memperbaiki beberapa sistem kenegaraan, salah satunya sistem kesehatan nasional.

Menurut Suharso, kualitas sistem kesehatan nasional belum memadai. Hal ini tercermin dari jumlah pemeriksaan COVID-19 atau rapid test kepada penduduk Indonesia masih sangat rendah, bahkan jauh tertinggal dari negara lain.

"Misal, seharusnya jumlah penduduk yang dites dalam rangka surveillance menurut standar WHO kita jauh ketinggalan. Kita seharusnya bisa mencapai 30 ribu per minggu, tapi hari ini kita baru sampai di 11 ribu. Presiden meminta paling tidak sampai 20 ribu," katanya, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin, 22 Juni.

Suharso menjelaskan, berdasarkan perhitungan yang dilakukan pihaknya, Indonesia seharusnya mampu memiliki kapasitas untuk melakukan pemeriksaan COVID-19 hingga mencapai 27.000 per hari. Namun, sayangnya hingga saat ini jumlah maksimal pemeriksaan masih dikisaran 11 ribu hingga 12 ribu per hari.

Di sisi lain, kata Suharso, juga terjadi kemunduran waktu untuk seseorang bisa mendapatkan hasil tesnya. Misalnya, seseorang yang dites hari ini, belum tentu diumumkan hasilnya dalam 2-3 hari ke depan.

"Bisa jadi minggu depan. Ini mengakibatkan data-data kita utamanya terjadi di Jawa Timur. Ini mengejutkan kita," tuturnya.

Di dalam rapat ini, Suharso juga memaparkan, permasalahan terkait data yang terjadi dalam sistem perlindungan sosial di Indonesia. Ia menilai, reformasi perlu dilakukan tidak hanya untuk sistem kesehatan, perlindungan sosial, penanggulangan bencana, hingga ketahanan pangan.

"Karena COVID-19 ini itu sangat diingatkan kalau ada sesuatu yang kita tidak siap atau belum siap atau tidak sempurna (dari sistem-sistem tersebut)," ucapnya.