JAKARTA - Beredar informasi data hasil rapid test COVID-19 hingga Nomor Induk Kependudukan (NIK) bocor dibobol oleh hacker. Kabar ini beredar di RaidForums,
Pengamat Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Dr. Ronny mengatakan, data itu harus dicek lebih dahulu keasliannya. Karena bisa saja, hacker hanya untuk membuat sensasi.
"Bocornya data tes COVID-19 warga Indonesia masih harus dibuktikan kebenaran data itu, apakah data asli (otentik, red) atau data palsu (seolah-olah data otentik, red)," kata Ronny, Minggu, 21 Juni.
BACA JUGA:
Menurut dia, perbuatan pelaku dapat menciptakan keresahan di masyarakat. Sebab, data yang sifatnya rahasia itu bisa dengan mudah beredar. Namun, ia menyarankan masyarakat tidak gegabah untuk mengatakan bahwa pemerintah telah lalai karena peristiwa ini. Sebab, belum terbukti data itu benar atau tidak.
"Terlalu dini untuk mengatakan bahwa pemerintah lalai, karena masih harus dibuktikan keaslian data test COVID-19 yang dikatakan bocor itu. Jadi sebaiknya dibuktikan dulu keaslian data itu," kata Ronny.
Dalam kesempatan ini dia mengatakan, pemerintah harus mengungkap tuntas kasus ini. Agar masyarakat bisa tenang. Kata dia, pelaku bisa dijerat dengan UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Menteri Komunikasi dan informatika (Menkominfo) Johnny G Plate kepada sebelumnya mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) untuk menindaklajuti kasus ini.
"Kami akan menelusuri berita tersebut dan koordinasi dengan BSSN yang membawahi keamanan dan re-cleansing data COVID-19. Kominfo akan berkoordinasi untuk mengevaluasi data center kementerian/lembaga lainnya yang terkait. Semoga di data center lainnya juga aman," ujar Johnny.
Diketahui sebelumnya, kebocoran data rapid test COVID-19 itu telah bertengger di forum hacker sejak Kamis 18 Juni 2020 kemarin. Pelaku mengklaim memiliki 230 ribu data warga Indonesia yang mengikuti rapid test COVID-19.
Data yang dijual oleh hacker dengan akun Database Shopping itu terdiri dari informasi yang cukup lengkap. Seperti nama, umur, nomor telepon, alamat rumah, Nomor Identitas Kependudukan (NIK), hasil rapid test, hasil PCR, hingga status kesehatan. Tetapi hingga kini, belum ditemukan kebenaran dari data tersebut.