Baik-Buruk <i>Rapid Test</i> COVID-19 yang Dicanangkan Pemerintah
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah RI berencana melaksanakan tes alternatif untuk mengetahui positif atau tidaknya pasien terhadap virus corona atau COVID-19 yakni dengan cara rapid test. Uji antibodi ini diketahui sudah dilakukan beberapa negara lain yang terinfeksi COVID-19.

Juru Bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto menjelaskan, rapid test virus corona menggunakan uji spesimen darah (serum yang diambil dari darah). Hal ini berbeda dengan tes swab yang saat ini dilakukan menggunakan apusan (sampel cairan) tenggorokan.

Keuntungan yang bakal didapat jika menggunakan rapid test, kata Yurianto, pemeriksaan tak perlu dilakukan di laboratorium dengan kriteria ketat seperti pelatihan khusus pekerja laboratorium dan pembatasan akses.

"Rapid test ini tidak membutuhkan sarana pemeriksaan laboratorium pada bio security level 2. Artinya, ini bisa dilaksanakan hampir di semua laboratorium kesehatan yang ada di rumah sakit di Indonesia," kata Yuri dalam konferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta Timur, yang disiarkan lewat kanal YouTube, Rabu, 18 Maret.

Masalahnya, kata dia, hasil positif corona berdasarkan rapid test baru bisa diketahui ketika seseorang yang diperiksa telah terinfeksi positif selama satu minggu. Sebab, pemeriksaan berdasarkan reaksi imunoglobulin pasien.

"Kalau (seseorang) belum terinfeksi atau terinfeksi kurang dari seminggu, kemungkinan akan berikan gambaran negatif," ungkap Yuri.

Terpisah, Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi Arya Sinulingga mengatakan, alat yang digunakan untuk rapid test dibeli oleh BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), diimpor dari China. 

Kemudahannya, kata dia, penggunaannya mirip dengan alat tes kehamilan. Dengan begitu, hasil positif dan negatif seseorang atas infeksi virus corona bisa cepat dari uji swab.

"Rapid test corona itu hasilnya bisa keluar hanya beberapa menit. (Minimal) 15 menit, maksimal 3 jam," ucap Arya kepada wartawan.

Jumlah alat rapid test yang akan dibeli sebanyak 500 ribu buah. BUMN, kata Arya telah mengajukan izin registrasi pengiriman kepada Kementrian Kesehatan. Dalam beberapa hari ke depan, alat tersebut akan dikirimkan dan didistribusi ke rumah sakit.

Tapi, kata dia, pendistribusian ke rumah sakit-rumash sakit tidaklah gratis. Hanya saja, harganya tidak lebih mahal dari tes yang selama ini dilakukan. 

"Kalau rapid test itu harganya lebih murah dari yang lain," ungkapnya.