<i>Rapid Test</i> Bagi Masyarakat Kurang Mampu Seharusnya Gratis
Gedung DPR/MPR (Foto: dpr.go.id)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah seharusnya menggratiskan rapid test COVID-19 bagi masyarakat yang kurang mampu. Sebab, aturan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mematok harga rapid test Rp150 ribu dirasa masih memberatkan sebagian masyarakat.

"Dengan konsep new normal yang terus digalakkan, kebutuhan masyarakat akan surat keterangan bebas COVID-19 sebagai syarat bepergian dengan transportasi umum tentu makin tinggi. Kasihan jika rakyat tidak bisa mobilitas karena biayanya mahal,” kata Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani dikutip dari dpr.go.id, Senin 13 Juli.

Dengan begitu, rapid test gratis akan meringankan beban masyarakat dan karyawan kurang mampu yang ingin kembali bekerja dengan syarat bebas COVID-19. Apalagi perusahaan tidak membiayai tes tersebut. Maka hal ini tentunya akan sangat membantu.

Disisi lain, dia juga meminta pemerintah meningkatkan pelaksanaan rapid test di pusat pelayanan kesehatan. "Upaya mengendalikan tarif rapid test harus diikuti dengan menggencarkan pengawasan agar alat tes benar-benar valid, akurat dan berkualitas. Pastikan akurasi alat test dan bahannya serta harus dilakukan oleh tenaga kesehatan," ujarnya.

Kemudian, pemerintah juga harus memperhatikan biaya lain yang dikeluarkan oleh fasilitas kesehatan, seiring dipatoknya harga rapid test.

"Pemerintah seharusnya mensubsidi atas kelebihan biaya yang dikeluarkan fasilitas kesehatan. Kemudian pemerintah juga harus menjamin tersedianya alat tes dengan harga terjangkau dan valid hasilnya untuk menekan biaya. Jika ada produksi dalam negeri yang bagus, kenapa harus gunakan yang impor?"," kata dia.

Adapun Kemenkes mengeluarkan resmi aturan terkait batasan tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi secara mandiri Rp150 ribu. Aturan itu dituangkan dalam surat edaran nomor HK.02.02/I/2875/2020. 

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Bambang Wibowo mengatakan, aturan ini dibuat karena harga rapid test bervariasi, dan membuat masyarakat bingung. Dengan aturan ini, maka masyarakat tidak akan bingung dan bisa mencegah oknum-oknum tertentu yang mencari keuntungan.

"Harga yang bervariasi untuk melakukan rapid test menimbulkan kebingungan masyarakat. Untuk itu diperlukan peran serta pemerintah dalam pemeriksaan rapid test antibodi agar masyarakat tidak merasa dimanfaatkan untuk mencari keuntungan," kata Bambang dalam surat edaran yang dikutip VOI, Selasa 7 Juli malam.

Kemudian, pemeriksaan hanya boleh dilakukan oleh para tenaga kesehatan yang berkompetensi dan berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Pada poin terakhir, berisi pemberitahuan kepada seluruh fasilitas kesehatan untuk mengikuti batasan tarif. "Agar fasilitas pelayanan kesehatan atau pihak yang memberikan pelayanan pemeriksaan rapid test antibodi dapat mengikuti batasan tarif tertinggi yang ditetapkan," demikian dalam surat edaran.