Bagikan:

JAKARTA - Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS) akan menghadapi ancaman yang lebih besar, jika tetap melanjutkan latihan militer bersama yang dijadwalkan berlangsung mulai pekan ini.

Ancaman ini dikeluarkan langsung oleh Kim Yo-jong, adik Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Senin kemarin, terkait dengan rencana latihan militer kedua sekutu yang lama dikecam Pyongyang.

Jika tidak ada halangan, Korea Selatan dan Amerika Serikat akan memulai latihan militer awal pada Hari Selasa ini, kantor berita Yonhap melaporkan pada Hari Senin, meskipun Korea Utara memeringatkan latihan tersebut akan menghambat kemajuan dalam meningkatkan hubungan antar-Korea.

"Latihan itu adalah tindakan yang tidak diinginkan dan merusak diri sendiri yang mengancam rakyat Korea Utara, meningkatkan ketegangan di semenanjung Korea," kata Kim Yo-jong dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita negara KCNA, seperti mengutip Reuters Selasa 10 Agustus.

"Amerika Serikat dan Korea Selatan akan menghadapi ancaman keamanan yang lebih serius, karena mengabaikan peringatan berulang kami untuk melanjutkan latihan perang yang berbahaya," tegas adik Kim Jong-un ini.

Dia menuduh Korea Selatan melakukan 'perilaku berbahaya', karena melanjutkan latihan tak lama setelah hotline antara Pyongyang dan Seoul dihubungkan kembali dalam upaya untuk meredakan ketegangan.

militer as korsel
Ilustrasi latihan militer Amerika Serikat dan Korea Selatan. (Wikimedia Commons/Rep. of Korea, Defense Photo Magazine)

Reaksi Korea Utara terhadap latihan itu mengancam akan menggagalkan upaya Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, untuk membuka kembali kantor penghubung bersama yang diledakkan Pyongyang tahun lalu dan mengadakan pertemuan puncak sebagai bagian dari upaya untuk memulihkan hubungan.

Terpisah, Kementerian Pertahanan Korea Selatan Senin kemarin mengungkapkan, waktu, skala dan formasi latihan belum selesai. Sementara, militer AS Korea menolak berkomentar, mengutip kebijakannya.

Untuk diketahui, Amerika Serikat menempatkan sekitar 28.500 tentara di Korea Selatan sebagai warisan Perang Korea 1950-1953, yang berakhir dengan gencatan senjata daripada kesepakatan damai, meninggalkan semenanjung dalam keadaan perang teknis.

Latihan militer yang rutin digelar kedua negara, skalanya diperkecil dalam beberapa tahun terakhir untuk memfasilitasi pembicaraan yang bertujuan untuk membongkar program nuklir dan rudal Pyongyang dengan imbalan keringanan sanksi AS.

Tetapi negosiasi gagal pada 2019, dan sementara Korea Utara dan Amerika Serikat mengatakan mereka terbuka untuk diplomasi, keduanya juga mengatakan terserah pada pihak lain untuk mengambil tindakan.

Sebelumnya, Kim Jong-un mengatakan tindakan militer AS menunjukkan, pembicaraan Washington tentang diplomasi adalah kedok munafik untuk agresi di semenanjung. Perdamaian hanya akan mungkin terjadi jika Amerika Serikat membongkar kekuatan militernya di Korea Selatan.

"Korea Utara akan meningkatkan 'pencegahan mutlak', termasuk kemampuan serangan pre-emptive yang kuat, untuk melawan ancaman militer AS yang terus meningkat," ujar Kim.

"Kenyataannya telah membuktikan hanya pencegahan praktis, bukan kata-kata, yang dapat menjamin perdamaian dan keamanan semenanjung Korea, dan itu adalah keharusan bagi kita untuk membangun kekuatan untuk menahan ancaman eksternal dengan kuat," pungkas Kim.