Kabar Terbaru Harun Masiku: Jadi Buronan Internasional dan Diduga Ada di Luar Negeri
Harun Masiku (Sumber: infocaleg.com)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan buronan mereka, eks calon legislatif PDI Perjuangan Harun Masiku kini berada di luar negeri. Alasan inilah yang membuat komisi antirasuah mendaftarkan nama penyuap Komisioner Komisi Pemilihan (KPU) Wahyu Setiawan tersebut ke National Central Bureau (NCB).

Direktur Penyidikan KPK Setyo Budiyanto menginformasikan Harun Masiku kini tak lagi berada di Indonesia. Hanya saja dia tak memerinci kapan buronan itu melarikan diri ke luar negeri.

"Berdasarkan informasi, yang bersangkutan (Harun, red) diduga meninggalkan Indonesia atau berada di luar negeri," kata Setyo Budiyanto dalam konferensi pers virtual, Minggu, 8 Agustus.

Atas alasan inilah, KPK lantas mengajukan nama tersangka pemberi suap itu ke National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia hingga akhirnya red notice diterbitkan pada 30 Juli lalu. Setyo mengatakan hal ini dilakukan agar pihaknya bisa segera mengetahui keberadaan Harun yang sudah buron selama 2 tahun.

"Itu sebagai bentuk bahwa kita serius salah satunya melakukan upaya melalui koordinasi dengan NCB, karena untuk mengantsipasi. Pimpinan (KPK, red) pernah sampaikan sebelumnya, upaya itu adalah langkah untuk bisa mengetahui keberadaan yang bersangkutan," ungkapnya.

Dirinya menuturkan saat ini sudah ada beberapa negara yang sudah melakukan koordinasi dengan pihak NCB Interpol. Tapi, Setyo tak mengumumkannya sebab hal ini bersifat internal.

Pernyataan ini senada dengan yang sudah disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri pada Senin, 2 Agustus lalu. Dia mengklaim sejumlah negara tetangga sudah merespons penerbitan red notice tersebut.

"Beberapa negara tetangga sudah memberikan respon tentang upaya pencarian tersangka HM. Saya enggak mau katakan negara mana saja tapi itu sudah direspons," tegas Firli saat itu.

Dia mengatakan respons negara tetangga sangat penting mengingat KPK tak bisa menangkap buronannya sendiri. Apalagi, jika Harun berada di luar negeri.

"Kami meyakini enggak mampu kami melakukan penangkapan sendiri apalagi kalau seandainya dugaan kami yang bersangkutan ada di luar negeri," ujar Firli.

"Sehingga kami minta bantuan interpol untuk terbitkan red notice dan itu sudah dikerjakan Interpol," imbuh eks Deputi Penindakan KPK tersebut.

Mengingat lagi perjalanan kasus Harun Masiku

Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Januari 2020. Penyuapan ini dilakukan agar dia mendapatkan kemudahan duduk sebagai anggota DPR RI melalui pergantian antar waktu atau PAW.

Pelarian Harun bermula saat KPK melakukan operasi tangkap tangan soal perkara ini pada 8 Januari 2020. Dalam operasi senyap itu, KPK menetapkan empat tersangka yaitu Harun Masiku, Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful Bahri.

Hanya saja, Harun yang tak terjaring OTT tak diketahui keberadaannya. Dia dikabarkan lari ke Singapura dan disebut telah kembali ke Indonesia.

Kasus ini bermula dari meninggalnya caleg PDIP yang bernama Nazarudin Kiemas. Pada bulan Juli 2019, partai berlambang banteng itu mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).

Pengajuan itu lantas dikabulkan dan sebagai penentu pengganti antar waktu (PAW), partai berlambang banteng itu kemudian mengirimkan surat pada KPU untuk menetapkan Harun sebagai pengganti Nazarudin.

Hanya saja, KPU justru menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti saudara ipar Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang telah meninggal dunia itu. Jelas alasannya, perolehan suara Riezky berada di bawah Nazarudin atau di posisi kedua untuk Dapil Sumatera Selatan I.

Lobi-lobi kemudian dilakukan agar Harun bisa menjadi anggota legislatif. Melihat celah itu, Wahyu Setiawan sebagai komisioner KPU menyebut siap membantu asalkan ada dana operasional sebesar Rp900 juta dan transaksi pun dilakukan dalam dua tahap di pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.