Bagikan:

JAKARTA - National Central Bureau (NBC) Interpol Indonesia telah menerbitkan red notice terhadap Harun Masiku. Namun, nama Harun tak ada dalam daftar buron dari Indonesia di situs Interpol.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, KPK telah berkoordinasi dengan NBC Interpol Indonesia terkait hal ini. Ali bilang, Interpol hanya memajang nama buronan atas permintaan negara lain.

"Ada beberapa beberapa buron internasional yang tercantum, itu adalah permintaan dari negara lain, jadi kalau ada permintaan dari negara lain itu memang dicantumakan di dalam Interpol NCB Indonesia. Kalau dari permintaan dari Indonesia sendiri, itu tidak dicantumkan," kata Ali dalam konferensi pers virtual, Minggu, 8 Agustus.

Meski demikian, Ali menyebut anggota Interpol dan penegak hukum masih bisa mengakses nama Harun Masiku dalam situs tersebut. Lagipula, katanya, tidak terpublikasinya nama Harun dalam situs resmi Interpol tetap tak mengurangi upaya pencarian buronan.

"Jadi kalaupun kemudian tidak dipublikasikan data red notice-nya tapi tetap dapat diakses oleh anggota Interpol maupun penegak hukum melalui jaringan sistem Interpol. Tidak terpublikasinya tidak mengurangi upaya pencarian buronan tersebut karena negara lain bisa mengakses," jelas dia.

Sementara itu, Direktur Penyidikan KPK Setyo Budiyanto menegaskan saat ini Harun berada di luar negeri. Mantan caleg PDIP itu merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR RI terpilih Tahun 2019-2024 yang sudah berstatus DPO sejak Januari 2020.

"Berdasarkan informasi, yang bersangkutan (Harun) diduga meninggalkan Indonesia atau berada di luar negeri," ucap Budiyanto.

Budiyanto menyebut, informasi Harun tak lagi ada di Indonesia menjadi dasar Indonesia mengirim surat permintaan red notice kepada NCB Interpol Indonesia. Saat ini, red notice atas nama Harun Masiku itu telah terbit.

"Itu sebagai bentuk bahwa kita serius salah satunya melakukan upaya melalui koordinasi dengan NCB, karena untuk mengantsipasi. Pimpinan (KPK) pernah sampaikan sebelumnya, upaya itu adalah langkah untuk bisa mengetahui keberadaan yang bersangkutan," tuturnya.

Lebih lanjut, Budiyanto menuturkan ada beberapa negara yang sudah melakukan koordinasi dengan pihak NCB. Namun, informasi itu sementara bersifat internal.