Anies Akui Belum Bisa Lihat Dampak PSBB Transisi di Jakarta
Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku masih belum bisa melihat dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi terhadap perubahan jumlah pasien positif COVID-19 dan tingkat penularan (angka reproduksi) virus tersebut.

PSBB transisi telah berjalan 9 hari, terhitung sejak 5 Juni hingga hari ini. Anies bilang, data COVID-19 yang keluar selama 9 hari terakhir belum mencerminkan kondisi PSBB transisi.

"Data epidemiologi ini bukan kayak tinggi permukaan air. Kalau tinggi permukaan air itu gantinya tiap jam. Karena setiap kali ada angka keluar hari ini, sesungguhnya itu adalah peristiwa 10 hari yang lalu, 2 minggu yang lalu," kata Anies di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Sabtu, 13 Juni.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini berujar, data perkembangan COVID-19 yang terjadi dalam satu hari baru bisa dipantau dan mulai dievaluasi setelah berjalan 2 pekan.

"Sama seperti kalau kita memutuskan kemarin untuk melakukan perpanjangan PSBB Masa Transisi, itu menggunakan data yang berjalan 2 bulan. Dari situ kita kemudian kita lihat trennya. Jadi, bukan hanya peristiwa harian," jelas Anies.

Dilihat dari web resmi Pemporv DKI corona.jakarta.go.id, pertambahan kasus baru virus corona di DKI meningkat sejak awal PSBB transisi diterapkan. Pada hari pertama PSBB transisi yakni 5 Juni, terdapat 84 kasus baru. 

Kemudian, pada 6 Juni, kasus baru bertambah 102 kasus, 7 Juni bertambah 160 kasus, 8 Juni bertambah 91 kasus, 9 Juni bertambah 239 kasus, 10 Juni bertambah 147 kasus, 11 Juni bertambah 129 kasus, 12 Juni bertambah  kasus Juni bertambah 76 kasus, dan hari ini bertambah 120 kasus.

Lebih lanjut, Anies menyebut, tidak relevan ketika membagi tiap wilayah di Jakarta sebagai zona merah, oranye, kuning, atau hijau. Sebab kata dia, semua wilayah di Jakarta  masih sama-sama memiliki risiko penularan yang sama.

Penyebutan wilayah ke dalam zona-zona penyebaran corona ini, menurutnya, hanya membuat masyarakat meremehkan protokol pencegahan virus corona karena menganggap wilayahnya merupakan zona aman. 

"Menurut saya, tidak relevan lagi menyebut Jakarta zona merah atau zona lainnya karena sesungguhnya semuanya masih berisiko. Jadi, jangan sampai ada kesan bahwa saya tempatnya aman karena bukan zona merah. Padahal, sesungguhnya di semua tempat masih ada risikonya," tutup dia.