Bagikan:

JAKARTA - Israel akan menjadi negara pertama di dunia yang menguji vaksin COVID-19 oral yang dikembangkan oleh Oramed Pharmaceuticals, kata CEO perusahaan Nadav Kidron.

Anak perusahaan Oramed, Oravax Medical, bersiap untuk memulai uji klinis vaksinnya di Sourasky Medical Center di Tel Aviv, setelah menerima persetujuan untuk protokol studinya dari Institutional Review Board rumah sakit.

Dalam keterangannya kepada The Jerusalem Post yang dikutip Jumat 23 Juli, Kidron menyebut pihaknya tengah menunggu persetujuan dari Kementerian Kesehatan, yang diharapkan dalam beberapa minggu mendatang.

Sebelumnya, Oravax telah menyelesaikan pembuatan GMP di Eropa dari beberapa ribu kapsul, yang akan tersedia untuk uji coba di Israel sebelum nantinya akan diujicoba di negara lain.

Oramed adalah perusahaan farmasi tahap klinis berdasarkan teknologi yang dikembangkan oleh Hadassah-University Medical Center Yerusalem. Pada Bulan Maret, mereka mengumumkan usaha patungan dengan Premas Biotech yang berbasis di India untuk mengembangkan vaksin oral baru.

Bersama-sama mereka membentuk Oravax. Vaksin ini didasarkan pada teknologi pengiriman oral 'POD' Oramed dan teknologi vaksin Premas, yang telah bekerja mengembangkan vaksin melawan virus corona baru sejak Maret.

Teknologi Oramed dapat digunakan untuk memberikan sejumlah terapi berbasis protein secara oral, yang jika tidak, akan diberikan melalui suntikan. Oramed sendiri tengah menjalani uji klinis Fase III melalui Administrasi Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) dari kapsul insulin oral untuk diabetes Tipe 1 dan Tipe 2.

"Kandidat vaksin Oravax baru menargetkan tiga protein struktural dari virus corona, berbeda dengan protein lonjakan tunggal yang ditargetkan oleh vaksin Moderna dan Pfizer saat ini," kata Kidron.

"Karena itu, vaksin ini harus jauh lebih tahan terhadap varian COVID-19. Bahkan jika virus melewati satu jalur, ada jalur kedua dan jika melalui jalur kedua, ada jalur ketiga," paparnya.

ilustrasi obat
Ilustrasi obat-obatan. (Unsplash/Myriam Zilles)

Vaksin sedang diuji dalam studi praklinis terhadap varian COVID-19, termasuk varian Delta. Pihak produsen sebelumnya telah menyelesaikan studi percobaan hewan dan menemukan bahwa vaksin mempromosikan pengembangan antibodi Immunoglobulin G (IgG) dan Immunoglobulin A (IgA). IgA diperlukan untuk kekebalan jangka panjang.

Protokol uji coba Tahap I/II perdana yang diharapkan perusahaan untuk dilanjutkan di Sourasky akan melibatkan 24 sukarelawan yang belum diinokulasi dengan vaksin lain.

Setengah dari kelompok akan mengambil satu kapsul, dan setengah lainnya akan mengambil dua, terang Kidron. Diterangkannya, tidak ada kelompok plasebo dalam uji coba ini, karena tujuannya untuk mengukur tingkat antibodi dan indikator kekebalan lainnya.

"Idenya di sini adalah, kami ingin menunjukkan bukti konsep itu bekerja untuk orang-orang. Saya berdoa dan berharap kami akan melakukannya. Bayangkan kita bisa memberi seseorang vaksin oral dan mereka divaksinasi. Ini akan menjadi revolusi bagi seluruh ," papar Kidron.

"Vaksin COVID-19 oral akan menghilangkan beberapa hambatan untuk distribusi skala besar yang cepat, yang berpotensi memungkinkan orang untuk mengambil vaksin sendiri di rumah. Sementara kemudahan pemberian sangat penting hari ini untuk mempercepat tingkat vaksinasi. Vaksin oral bisa menjadi lebih berharga jika vaksin COVID-19 dapat direkomendasikan setiap tahun seperti suntikan flu standar," sambungnya.

Keuntungan dari vaksin oral melampaui keamanan dan kemanjuran, karena obat oral cenderung memiliki lebih sedikit efek samping, terang Kidron. Selain itu, vaksin orang dapat dikirim pada suhu lemari es, bahkan disimpan pada suhu kamar. Sehingga secara logistik lebih mudah untuk mendistribusikannya.

Ditambahkan olehnya, uji coba Tahap I/II diperkirakan akan memakan waktu sekitar enam minggu sejak perekrutan. Sementara, uji coba Fase III dengan sejumlah sukarelawan dan mencari persetujuan penggunaan, baru kemudian meminta otorisasi FDA.

Jika uji coba berhasil, Kidron akan berusaha agar secepat mungkin menerima persetujuan penggunaan darurat di negara-negara yang paling membutuhkan, seperti kawasan Amerika Latin yang belum memeroleh cukup vaksin COVID-19.