Ular Tikus Bantu Peneliti Pantau Radiasi Reaktor Nuklir Fukushima
Ilustrasi tikus memegang peran penting dalam rangkai makanan di alam. (Wikimedia Commons/Flickr Steve)

Bagikan:

JAKARTA - Sepuluh tahun setelah bencana Fukushima, para ilmuwan dalam sebuah studi berhasil menemukan ular dapat digunakan untuk mengukur kontaminasi radioaktif di wilayah tersebut.

Tiga reaktor nuklir rusak setelah tsunami setinggi 15 meter melumpuhkan pasokan listrik dan pendinginan di Pembangkit Listrik Fukushima Daiichi pada tahun 2011 silam.

Kecelakaan itu mendapat peringkat 7, tingkat tertinggi, pada Skala Peristiwa Nuklir dan Radiologi Internasional, membahayakan bagi seluruh makhluk hidup dan lingkungan di sekitarnya.

Sama seperti burung kenari di tambang batu bara, tim dari University of Georgia menemukan bahwa ular tikus yang berasal dari wilayah tersebut merupakan bioindikator efektif dari sisa radioaktivitas. Ini berarti mereka bertindak sebagai sinyal untuk kesehatan ekosistem lokal mereka.

Ular tikus adalah pembatas dan sering dipelihara sebagai hewan peliharaan karena gigitannya tidak beracun.

ular tikus
Ilustrasi ular tikus. (Wikimedia Commons/The Nature Box)

"Ular adalah indikator pencemaran lingkungan yang baik, karena mereka menghabiskan banyak waktu di dalam dan di tanah," kata James Beasley, penasihat studi tersebut seperti mengutip Euronews Kamis 22 Juli.

"Mereka memiliki wilayah jelajah yang kecil dan merupakan predator utama di sebagian besar ekosistem. Dan mereka seringkali merupakan spesies yang berumur panjang," sambungnya.

Bagaimana percobaan dilakukan? Pemancar dipasang pada sembilan ular dan menggunakan kombinasi GPS dan pelacakan frekuensi tinggi lokal, pergerakan mereka dipantau.

Setelah satu bulan pemantauan, 1.718 lokasi diidentifikasi di Dataran Tinggi Abukuma, sekitar 24 kilometer barat laut Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi.

Para ilmuwan menemukan, ular tikus hanya melakukan perjalanan jarak pendek, kadang-kadang hanya 65 meter, kemudian mencari perlindungan di bawah tanah selama bulan-bulan musim dingin yang meningkatkan paparan mereka ke tanah yang sangat terkontaminasi. Mereka juga predator utama dalam ekosistem dan memiliki rentang hidup yang relatif lama.

Ini berarti uakr tikus mengakumulasi radionuklida tingkat tinggi, unsur kimia tidak stabil yang dapat digunakan untuk menentukan berbagai tingkat kontaminasi di area kecil yang dilalui ular.

ular tikus
Ular tikus bisa digunakan untuk mengetahui baik-buruknya kualitas suatu ekosistem. (Wikimedia Commons/Stephen Lody Photography)

Bagaimana ular dapat menunjukkan kesehatan suatu ekosistem? Tim peneliti mengatakan, ular adalah indikator kontaminasi lokal yang lebih baik daripada spesies hewan yang lebih banyak bergerak seperti babi hutan, burung penyanyi, atau anjing rakun Asia Timur. Data dari penelitian ini dapat membantu memperjelas bagaimana habitat spesies seperti ular tikus mempengaruhi paparan radiasi mereka.

"Hasil kami menunjukkan, perilaku hewan memiliki dampak besar pada paparan radiasi dan akumulasi kontaminan," kata penulis utama studi tersebut, Hannah Gerke.

“Mempelajari bagaimana hewan tertentu menggunakan lanskap yang terkontaminasi membantu meningkatkan pemahaman kita tentang dampak lingkungan dari kecelakaan nuklir besar seperti Fukushima dan Chernobyl,” pungkasnya.