Pegawai Nonaktif Buka-bukaan Tolak Ikut Diklat Bela Negara, Tunggu KPK Serahkan Hasil TWK
Ilustrasi-Ketua KPK Firli Bahuri melepas belasan pegawai KPK mengikuti Diklat Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan (Foto: Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Ita Khoiriyah atau Tata mengatakan dirinya belum menyerahkan surat kesediaan mengikuti Diklat Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan.

Dia merupakan 1 dari 24 pegawai yang masih bisa dibina setelah tak lolos dalam Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Tata beralasan dirinya masih menunggu hasil TWK yang hingga saat ini tak diberikan oleh KPK.

"Saya hanya mau menyerahkan surat tsb apabila diberikan akses informasi TWK dan hasilnya yg menyebabkan saya dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS)," tulisnya melalui Twitter @tatakhoiriyah yang dikutip Kamis, 22 Juli.

Menurut Tata, pimpinan, sekretaris jenderal, hingga SDM KPK kerap menanyakan kesediaannya untuk dibina. Tapi, dia kerap menegaskan pertanyaan itu akan dijawab ketika permohonan hasil TWK direspons.

Akhirnya pada Senin, 19 Juli lalu, Tata bertemu dengan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Dalam pertemuan itu, dia kembali ditanya kesediannya mengikuti Diklat Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan. Namun, Tata tetap memberikan jawaban yang sama yaitu meminta hasil TWK.

"Akhirnya Pimpinan menjanjikan akses resume hasil TWK setidaknya hari Rabu. Sebagai gantinya, saya menyerahkan surat pernyataan," ungkapnya.

Selanjutnya pertemuan dengan Ghufron kembali terjadi pada Rabu, 21 Juli kemarin. Saat itu, Tata menanyakan realisasi atas janji pada pertemuan sebelumnya yaitu hasil TWK yang membuat dirinya tak lolos sehingga harus dinonaktifkan.

"Ternyata beliau mengatakan bahwa sudah koordinasi dg BKN tapi ini informasi rahasia. Hanya dijelaskan indikator apa saja yg membuat tidak lulus," ujarnya.

Selain itu, Ghufron juga menyinggung soal sulitnya memperjuangkan pegawai KPK dalam proses alih status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Sehingga, dia berharap 24 pegawai yang dinyatakan tak lolos mau bergabung seluruhnya.

"KPK diibaratkan kapal yg sedang oleng nyaris karam dan pegawainya diumpamakan sbg awaknya," kata Tata.

Dalam pertemuan itu, Tata sempat beradu argumen dengan Ghufron. Saat itu, Ghufron menanyakan apakah dirinya tak percaya dengan pimpinan dan dijawab tidak.

"Tidak, Pak. Saya masih ingat sosialisasi TWK bertanya apakah ada mekanisme gugur dlm pelaksanaannya? Hanya dikasih jawaban motivasi. Dalam situasi skrg saya g bisa percaya dg pembinaan tanpa iktikad baik lembaga," tulis Tata menirukan jawabannya.

"Bagaimana saya bisa percaya bahwa pembinaan yg ada evaluasi dg batas minimum skor dilakukan dg transparan dan dpt dipertanggungjawabkan kalau KPK saja tidak mau buka hasil TWK saya pribadi," imbuh dia.

Merasa tak mendapat jawaban, Tata kemudian mengakhiri diskusinya dengan Ghufron. Dia juga tak menyerahkan surat pernyataan yang diminta hingga permohonannya dipenuhi.

Hanya saja, Tata menyesal dirinya tak bertanya langsung pada Ghufron terkait hasil pemeriksaan Ombudsman RI dugaan maladministrasi TWK.

"Saya menyesal belum dengerin konpers Ombudsman atas LHA dan kesimpulan laporan 75 pegawai yg menyatakan ditemukan sejumlah maladministrasi, sebelum bertemu dg Pimpinan," ungkapnya.

"Seandainya sudah baca, saya mau bertanya langsung terkait maladministrasi tsb kepada beliau," imbuh dia.

Diberitakan sebelumnya, 18 dari 24 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK tengah mengikuti Diklat Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan selama 40 hari di Universitas Pertahanan RI, Bogor.

Namun, di saat yang bersamaan Ombudsman menyatakan menemukan maladministrasi dalam proses Asesmen TWK pegawai KPK.

Salah satunya adalah terkait penggantian tanggal atau back date nota kesepahaman pengadaan barang serta jasa lewat swakelola dan kontrak swakelola dalam pelaksanaan TWK pegawai KPK. Nota kesepahaman ini ditandatangani oleh KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).