Tak Ada Mekanisme Alih Status Pegawai Jadi Penyebab Polemik TWK KPK
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng (tangkap layar siaran channel YouTube Ombudsman RI)

Bagikan:

JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia mengatakan polemik Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebabkan karena tidak adanya mekanisme alih status.

"Harus saya sampaikan di depan bahwa hari ini kita tidak punya mekanisme yang namanya peralihan. Yang ada itu mekanisme seleksi CPNS ke PNS atau dari orang yang belum PNS menjadi PNS. Tapi itu mekanisme seleksi yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014," kata anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers penyampaian hasil akhir pemeriksaan aduan pegawai KPK yang ditayangkan secara daring, Rabu, 21 Juli.

Dia kemudian menjelaskan mekanisme seleksi tersebut tentunya tidak bisa dipergunakan dalam status alih pegawai komisi antirasuah. Apalagi, berdasarkan aturan perundangan, pegawai bukan menjalankan seleksi masuk melain konversi dari tadinya berstatus independen menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Walaupun Ombudsman tidak masuk penilaian substansi terkait dengan mandat UU 19 (UU 19 Tahun 2019) dan PP 41, ini bukan seleksi tapi konversi. Ini bukan rekrutmen tapi peralihan," ujar Robert.

Berkaca dari kejadian ini, Ombudsman mendorong pemerintah melalui KemenPANRB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk menggodok aturan terkait peralihan status seperti yang dialami oleh pegawai KPK.

"KemenPANRB dan BKN menyiapkan satu peta jalan terkait manajemen kepegawaian ke depan terkait peralihan, terkait konversi bukan yang seleksi, bukan rekrutmen kalau itu sudah ada di UU ASN maupun PP terkait manajemen PNS maupun P3K," tegas Robert.

Penggodokan aturan dirasa penting mengingat masih banyak lembaga negara maupun komisi independen yang punya aturan kepegawaian sendiri dan bisa saja karena perubahan aturan, tiba-tiba masuk dalam rumpun eksekutif seperti komisi antirasuah. 

"Sehingga kita berharap apa yang terjadi di KPK tidak berulang di masa mendatang," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Ombudsman menemukan maladministrasi dalam proses pelaksanaan Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini disampaikan oleh Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih pada Rabu, 21 Juli.

"Secara umum maladministrasi itu dari hasil pemeriksaan memang kita temukan," kata Najih dalam konferensi pers secara daring yang ditayangkan di akun YouTube Ombudsman RI.

Dia memaparkan, lembaganya memfokuskan pemeriksaan dugaan maladministrasi di tiga isu pertama. Pertama dalam rangkaian proses pembentukan kebijakan proses peralihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Kedua dalam proses pelaksanaan rangkaian alih status dan terakhir pada tahapan penetapan hasil asesmen TWK. "Tiga hal inilah yang oleh ombudsman ditemukan potensi-potensi maladministrasi," ungkapnya.

Selanjutnya, temuan ini akan disampaikan kepada Pimpinan KPK, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Presiden Joko Widodo.

"Surat saran yang kita sampaikan kepada presiden agar temuan maladministrasi yang didapati oleh pemeriksaan Ombudsman bisa ditindaklanjuti dan diambil langkah selanjutnya," tegas Najih.