JAKARTA - Kementerian Sosial (Kemensos) mengapresiasi Polda Metro Jaya karena berhasil mengungkap pelaku penyebar hoaks soal bantuan sosial (bansos) yang mencatut nama instansi.
"Kami menyampaikan ucapan terima kasih dan sangat mendukung respons cepat dan tegas dari Polri yang menempuh langkah-langkah penegakan hukum dengan mengamankan pelaku. Semoga langkah penegakan hukum tersebut memberikan efek jera pelaku dan pihak lain agar tidak melakukan tindakan serupa,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemensos RI Hasim lewat keterangan tertulis dilansir dari Antara, Senin, 19 Juli.
Aksi pelaku berinisial RR dilakukan dengan membuat laman website https://subsidippkm.online. Melalui tautan https://subsidippkm.online/pembagian-subsidi/?PPKMjuli#1625647777785, situs tersebut telah mengedarkan pesan berantai yang berisi form pendaftaran bantuan sosial PPKM Rp300.000 dengan cara menjawab beberapa pertanyaan.
Melalui form dengan logo Kementerian Sosial pendaftar diminta membagikan ke teman melalui aplikasi Whatsapp yang kemudian akan mendapat konfirmasi melalui SMS.
“Pesan tersebut adalah hoaks. Kementerian Sosial tidak pernah membuat laman web untuk pendaftaran penerima bantuan sosial Rp300.000, apalagi berbentuk pesan berantai,” kata Hasim.
RR rupanya mendapatkan pemasukan dari iklan yang terpasang di laman website tersebut. Sejak November 2020, laman web bajakan buatan RR selalu terpasang minimal dua iklan setiap harinya.
RR meraup untung dari dua iklan itu perbulan sekitar Rp200 juta lebih. Jadi total dari November 2020, dia sudah meraup sekitar Rp1,5 miliar.
Kemensos sudah memproduksi pesan yang berisi bantahan bahwa pesan berantai tersebut bohong atau hoaks melalui akun-akun resmi kementerian. Namun dalam perkembangannya bantahan terhadap kabar bohong saja dirasa tidak cukup.
Untuk itu, Kemensos melalui Biro Hukum membuat laporan resmi ke Polda Metro Jaya pada Kamis, 8 Juli lalu atas arahan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Laporan kepada penegak hukum dilakukan dengan pertimbangan, konten tersebut dinilai telah mencemarkan nama baik Kemensos yang kini tengah mendapat penugasan di bidang perlindungan sosial terhadap masyarakat terdampak pandemi.
“Seluruh energi dan fokus perhatian negara termasuk Kemensos kini tengah diarahkan untuk membantu meringankan beban masyarakat terdampak pandemi. Konten tersebut sangat mengganggu dan mencederai upaya keras dalam penanganan pandemi karena meresahkan dan mengganggu kepercayaan publik kepada pemerintah,” katanya.
Hasim mengimbau kepada masyarakat untuk tidak bermain-main dengan memberi informasi hoaks khususnya terkait bantuan sosial (bansos).
BACA JUGA:
Di tengah suasana kedaruratan, masyarakat sangat membutuhkan bantuan karena mereka mungkin penghasilannya menurun atau kehilangan pekerjaan.
“Lalu ada pihak yang memainkan harapan publik dengan berita palsu. Saya kira ini sangat tidak terpuji. Tindakan pelaku mencederai upaya bersama dalam perang melawan pandemi dan kerja keras kita meringankan beban masyarakat,” kata Hasim.
Masyarakat diharapkan untuk tidak mudah tergiur dan percaya dengan berbagai informasi yang berkembang terutama di ranah dunia maya.
Hasim mengatakan bila ada yang ingin meminta kejelasan bisa mengakses saluran informasi resmi pemerintah, dapat membuka situs resmi Kemensos atau melalui laman web https://cekbansos.kemensos.go.id/
Sebagai upaya penanganan dampak pandemi, pemerintah melalui Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) memberikan perlindungan sosial, salah satunya dalam bentuk Bantuan Sosial Tunai (BST) kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Sejak April 2020, Kementerian Sosial menyalurkan BST senilai Rp300.000/bulan melalui PT Pos Indonesia.
Untuk tahun 2021, BST disalurkan bulan Januari hingga April. Kemudian BST ditambah dua bulan yakni bulan Mei dan Juni yang disalurkan sekaligus di bulan Juli.
Adapun penerima BST merupakan keluarga yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diusulkan oleh pemerintah daerah, dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos, dari lembaga kesejahteraan sosial atau dari lembaga berbadan hukum.
Atas perbuatannya, RR dijerat dengan pasal Pasal 35 Juncto Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE dengan ancaman 12 tahun penjara.