Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dalam aturan itu, seluruh pekerja diwajibkan mengikuti program Tapera. Namun, yang dapat mengajukan pembelian rumah hanya mereka yang berpenghasilan maksimal Rp8 juta.

Berdasarkan Pasal 7 PP 25/2020, BP Tapera tak hanya mengelola dana perumahan bagi pegawai negeri sipil (PNS), melainkan juga seluruh perusahaan.

Peserta BP Tapera adalah calon PNS, aparatur sipil negara (ASN), prajurit dan siswa Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), pejabat negara, pekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Desa, perusahaan swasta, dan pekerja apa pun yang menerima upah.

Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Adi Setianto mengatakan, ada batasan upah sebagai syarat bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin membeli rumah melalui program Tapera.

Syaratnya, kata Adi, peserta yang berpenghasilan maksimal Rp8 juta dan belum memiliki rumah berhak mengajukan manfaat pembiayaan perumahan dengan bunga murah.

"Dapat membeli rumah menggunakan skema KPR berdasarkan prioritas yang akan ditetapkan oleh BP Tapera sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam PP Penyelenggaraan Tapera," kata Ari, melalui keterangan tertulis yang diterima VOI, di Jakarta, Kamis, 4 Juni.

Lebih lanjut, Adi berujar, peserta program Tapera juga bisa memanfaatkan pembiayaan untuk membangun rumah di lahan milik sendiri atau melakukan renovasi. Manfaat pembiayaan ini dapat diajukan oleh peserta yang memenuhi kriteria setelah satu tahun masa kepesertaan melalui berbagai pilihan bank dan lembaga pembiayaan lainnya.

"Tapera memberikan fleksibilitas pembiayaan dengan prinsip plafon kredit yang ditetapkan sesuai standar minimum rumah layak huni," tuturnya.

Pada pasal 15 ayat 1 PP 25/2020 dijelaskan, besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.

"Ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja sebesar 0,5 persen dan Pekerja sebesar 2,5 persen. Dasar perhitungan untuk menentukan gaji/upah ditetapkan sama dengan program jaminan sosial lainnya, yaitu maksimal sebesar Rp12 juta," jelasnya.

Adi menjelaskan, simpanan peserta akan dikelola dan diinvestasikan oleh BP Tapera secara transparan bekerjasama dengan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Bank Kustodian, dan manajer investasi. Peserta dapat memantau hasil pengelolaan simpanannya setiap saat melalui berbagai kanal informasi yang disediakan oleh BP Tapera dan KSEI. Pada akhir masa kepesertaan, setiap peserta dapat mengambil simpanan berikut hasil pemupukannya.

Hadirnya Tapera melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 merupakan upaya pemerintah untuk melengkapi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaimana amanat UU 01/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pengesahan PP 25/2020 menjadi landasan BP Tapera untuk segera beroperasi dengan tujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan yang layak dan terjangkau bagi peserta.

"Program serupa Tapera juga sudah lazim dilaksanakan di berbagai negara, seperti Singapura, Malaysia, China, India, dan Korea Selatan," jelas Adi.

Program Tapera Mulai Diterapkan 2021

Pelaksanaan tabungan perumahan rakayat (Tapera) bakal diterapkan secara bertahap mulai 2021. Tahap pertama di tahun 2021, kewajiban iuran Tapera akan berlaku untuk PNS, polisi dan tentara. Tahap kedua, kewajiban iuran berlaku untuk pegawai BUMN dan terakhir adalah perusahaan swasta dan peserta mandiri.

Dengan adanya PP ini, program sejuta rumah yang 79 persen memang diprioritaskan untuk pembangunan rumah MBR dan 21 persen sisanya untuk pembangunan rumah non MBR, bisa terealsiasi.

"Pada tahun yang sama (2021), pemerintah juga akan melakukan pengalihan Dana FLPP ke dalam Dana Tapera sesuai dengan amanat PP Penyelenggaraan Tapera," katanya.

Program Tapera diharapkan dapat mengatasi permasalahan backlog perumahan serta menjadi faktor pendorong bergeliatnya sektor perumahan. Pada akhirnya, program ini juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia melalui multiplier-effect dari pembangunan perumahan dan penciptaan lapangan kerja.