Bagikan:

JAKARTA - Pengamat transportasi sekaligus Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Barat Muhamad Isnaeni menilai, pemerintah harus membuat rencana antisipasi adanya luapan penumpang di angkutan umum jelang diberlakukannya The New Normal atau kenormalan baru.

Isnaeni mengatakan, rencana ini perlu dilakukan untuk mencegah penularan virus di transportasi umum. Ia menilai, pemerintah harus membuatnya dengan matang, tidak hanya sekadar penerapan protokol kesehatannya saja.

"Kenormalan baru ke depan di Jabodetabek, karena penerapan protokol physical distancing atau jaga jarak fisik ini 50 persen (kuota dalam transportasi), perlu ada rencana darurat seandainya terjadi penumpukan angkutan perkotaan," tuturnya, dalam video conference bersama wartawan, Rabu, 27 Mei.

Menurut Isnaeni, perlu ada penanganan khusus yang disosialisasikan di beragam transportasi umum. Tujuannya, agar masyarakat menyadari untuk menjaga jarak fisik.

Apalagi, lanjut dia, transportasi merupakan kebutuhan turunan sehingga aktivitas yang akan dibuka ke depannya juga harus dilakukan secara bertahap. Salah satu contohnya, penerapan jam kerja bisa diatur dua hari sekali untuk mengurangi kapasitas angkutan.

"Protokol perusahaan harus ada penyekatan karyawan, lalu masuk dua hari sekali, itu mampu kurangi kapasitas angkutan," tuturnya.

Seperti diketahui, saat ini operasional transportasi umum diberlakukan sesuai dengan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Beragam moda transportasi seperti KRL, Transjakarta, MRT hingga LRT membatasi jam operasionalnya dengan waktu tunggu yang jauh lebih lama dan mengurangi jumlah armada.

Untuk mencegah penularan COVID-19 di dalam kendaraan, diterapkan aturan jaga jarak fisik dengan pemasangan tanda dilarang duduk dan penyekatan di kursi yang tersedia. Antrean pun diatur dalam jarak sedekimian rupa.

Transaksi di Terminal Ditiadakan

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sedang menyiapkan skema penyelenggaraan transportasi darat di masa kenormalan baru. Salah satu perubahan yang dimungkinkan adalah mengenai perubahan tarif.

Direktur Sarana Transportasi Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub Sigit Irfansyah, menjelaskan, perkara tarif tak bisa dilepaskan dari load factor. Di masa kenormalan baru, pembatasan kapasitas angkutan tetap akan berlaku sebesar 50 persen dari total kursi yang tersedia.

Sigit mengakui, keputusan ini akan berdampak pada biaya operasional operator. Kemenhub belum menentukan kapan kepastian tarif baru diberlakukan, termasuk pola operasi seperti apa yang akan diterapkan. Namun, yang jelas, pembahasan sedang dilakukan.

Selain itu, lanjut Sigit, mekanisme jual beli tiket juga akan berubah. Selama ini, dia mengaku kesulitan menerapkan kewajiban tiket online bagi angkutan darat, terutama bus antar kota antar provinsi (AKAP).

"Kami dorong mempercepat dengan cashless. Kalau dulu memang bicara angkutan umum di bus AKAP itu susah sekali, semua orang datang ke terminal, transaksi di terminal," jelasnya.

Menurut Sigit, dengan adanya pagebluk ini, mau tidak mau, suka tidak suka tradisi transaksi di terminal ditiadakan. Artinya, jual beli tiket akan dilakukan secara online.

"Ke depan dengan kondisi ini ya mau tidak mau itu yang kami terapkan, mempercepat proses. Kalau tol berhasil, AKAP memang masih belum berhasil, masih lambat prosesnya," ujarnya.