Skenario 2 Sif Dianggap Tak Efektif Urai Kepadatan Moda Transportasi Umum
Perjalanan Kereta Commuter Line (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 mengenai pengaturan jam masuk kerja bagi masyarakat di wilayah Jabodetabek diharapkan mampu memecah kepadatan pengguna transportasi umum, terutama commuter line. Namun, peneliti kebijakan publik Universitas Indonesia, Defny Holidin tak sepakat mengenai hal tersebut.

Meski menyebut pengaturan jam masuk kerja adalah hal yang tepat untuk dilakukan, dia tak yakin pembagian ini akan mengurangi kepadatan pengguna transportasi umum.

"Saya setuju tapi sebetulnya pembagian sif ini tidak terlalu efektif jika dikaitkan dengan kepadatan transportasi commuter line," kata Defny kepada VOI melalui pesan singkat, Senin, 15 Juni.

Menurut dia, kepadatan transportasi adalah hal yang tak mungkin bisa dihindari. Sebab, masyarakat sudah kembali beraktivitas meski pagebluk COVID-19 masih terjadi dan bertambah jumlah kasusnya. 

Kebijakan pengaturan sif ini dibuat karena pemerintah telah memutuskan masuk ke dalam fase kenormalan baru. Sementara, menurutnya, kebijakan kenormalan baru terkesan ambigu.

"Ada kecenderungan orang akan mengisi waktu off kerja mereka dengan kegiatan lain yang besar kemungkinan menggunakan moda transportasi massal ke lokasi kegiatan tersebut," ungkapnya.

Alih-alih dapat mengendalikan kepadatan di dalam transportasi umum, kata Defny, surat edaran ini justru dianggap lebih efektif untuk mengurangi kepadatan di tempat kerja. 

"Pembagian sif ini lebih efektif untuk mengurangi kepadatan di lokasi kerja atau kegiatan pada satuan unit kerja. Namun kurang pas (mengurangi kepadatan di transportasi umum), sebab akan ada banyak variabel tak terkontrol dalam menekan pola kegiatan orang per orang di fase kenormalan baru," ungkapnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto (Yuri) mengatakan, surat edaran ini berisi aturan bagi seluruh institusi yang mempekerjakan aparatur sipil negara (ASN), pegawai BUMN, dan pegawai swasta untuk membagi jam masuk kerja.

"Tahap pertama atau gelombang pertama, akan mulai pekerjaan pada pukul 07.00 WIB hingga 07.30 WIB. Diharapkan, dengan delapan jam kerja maka pekerja akan mengakhiri pekerjaannya di jam 15.00 WIB-15.30 WIB," kata Yurianto dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube BNPB, Minggu, 14 Juni.

Selanjutnya, bagi pekerja yang masuk di tahap dua, akan mulai bekerja di antara pukul 10.00 WIB hingga 10.30 WIB dan akan selesai bekerja sekitar pukul 18.00 WIB hingga 18.30 WIB.

Menurut Yurianto, hal ini dilakukan demi menjaga pelaksanaan protokol kesehatan di dalam kendaraan umum. Apalagi, pekerja yang tinggal di kawasan Jabodetabek banyak memanfaatkan kendaraan umum, terutama commuter line.

Dia mengatakan, sebanyak 75 persen penumpang commuter line merupakan pekerja seperti ASN, pegawai BUMN, dan pegawai swasta. Para pekerja ini, sambung Yuri, kebanyakan bergerak secara bersamaan pada pagi hari sekitar pukul 05.30 WIB tiap harinya.

"Kalau kita perhatikan, pergerakannya hampir 45 persen mereka bergerak bersma di sekitar jam 05.30 WIB sampai 06.30 WIB, Inilah yang kemudian akan sulit untuk kita bisa mempertahankan physical distancing. Karena kapasitas yang dimiliki oleh moda transportasi tersebut, misalnya, commuter line sudah maksimal disiapkan," ungkap Yurianto.

Jika tidak diantisipasi, maka kepadatan di moda transportasi umum tersebut akan berdampak pada kesehatan termasuk dapat menularkan virus tersebut.

Meski Yurianto mengatakan surat edaran ini akan berlaku pada Senin, 15 Juni, namun pada kenyataannya antrian masih terjadi di stasiun commuter line pada beberapa hari sebelumnya. 

Bahkan, menurut data PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) jumlah penumpang yang menggunakan moda transportasi umum ini bertambah sebanyak 12 persen dari pekan sebelumnya.

"Hingga pukul 11.00 WIB tercatat pengguna yang telah melakukan tap in di pintu masuk seluruh stasiun KRL mencapai 160.946 orang," kata VP Corporate Communications PT KCI Anne Purba lewat keterangan tertulisnya, Senin, 15 Juni.

Meski terlihat antrean pengguna di stasiun, sambung Anne, para pengguna layanan commuter line kini makin tertib dalam mengikuti protokol kesehatan yang berlaku selama pagebluk COVID-19.

Hal ini tampak dilakukan oleh pengguna commuter line di Stasiun Bogor. Dia mengatakan, hingga pukul 11.00 WIB tercatat jumlah penumpang yang menggunakan layanan kereta listrik dari stasiun ini mencapai 12.437 orang atau bertambah sebanyak 4 persen. 

"Pengguna mengantri hingga ke selasar dari area parkir stasiun. Antrian berlangsung tertib, mengalir, dan pengguna senantasa mengikuti marka dan arahan petugas untuk jaga jarak," ungkap dia.

Anne mengatakan, puncak kepadatan penumpang terjadi di pagi hari. Sehingga, para petuas kemudian melakukan pengaturan di pintu masuk stasiun dengan tujuan mencegah antrian. Hasilnya, setiap calon penumpang hanya perlu mengantri rata-rata di bawah 30 menit.

Antrian ini bukan hanya terjadi di Stasiun Bogor, tapi juga terjadi di sejumlah stasiun lain seperti Stasiun Cilebut, Stasiun Bojonggede, dan Rangkabitung. Namun, petugas telah berupaya memaksimalkan antrian ini dengan membuat skema zona antrian dan menambah marka di stasiun.

Untuk mengurangi kepadatan, para calon penumpang di Stasiun Bogor, Stasiun Cilebut, Stasiun Bojonggede, Stasiun Tambun, dan Stasiun Cikarang bisa memanfaatkan bus gratis yang disiapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan. 

"Kehadiran bus ini menjadi alternatif moda angkutan dari stasiun-stasiun tersebut ke sejumlah lokasi di Jakarta. Secara total tersedia puluhan bus menuju Jakarta untuk pemberangkatan mulai pukul 05.30 WIB hingga 07.30 WIB," pungkasnya.