JAKARTA - Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 mengenai pengaturan jam kerja bagi masyarakat di wilayah Jabodetabek.
Juru Bicara Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan, surat edaran ini berisi aturan bagi seluruh institusi yang mempekerjakan aparatur sipil negara (ASN), pegawai BUMN, dan pegawai swasta untuk membagi jam masuk kerja.
"Tahap pertama atau gelombang pertama, akan mulai pekerjaan pada pukul 07.00 WIB hingga 07.30 WIB. Diharapkan, dengan delapan jam kerja maka pekerja akan mengakhiri pekerjaannya di jam 15.00 WIB-15.30 WIB," kata Yurianto dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube BNPB, Minggu, 14 Juni.
Selanjutnya, bagi pekerja yang masuk di tahap dua, akan mulai bekerja di antara pukul 10.00 WIB hingga 10.30 WIB dan akan selesai bekerja sekitar pukul 18.00 WIB hingga 18.30 WIB.
Menurut Yurianto, hal ini dilakukan demi menjaga pelaksanaan protokol kesehatan di dalam kendaraan umum. Apalagi, pekerja yang tinggal di kawasan Jabodetabek banyak memanfaatkan kendaraan umum, terutama commuter line.
Dia mengatakan, sebanyak 75 persen penumpang commuter line merupakan pekerja seperti ASN, pegawai BUMN, dan pegawai swasta. Para pekerja ini, sambung Yuri, kebanyakan bergerak secara bersamaan pada pagi hari sekitar pukul 05.30 WIB tiap harinya.
BACA JUGA:
"Kalau kita perhatikan, pergerakannya hampir 45 persen mereka bergerak bersma di sekitar jam 05.30 WIB sampai 06.30 WIB, Inilah yang kemudian akan sulit untuk kita bisa mempertahankan physical distancing. Karena kapasitas yang dimiliki oleh moda transportasi tersebut, misalnya, commuter line sudah maksimal disiapkan," ungkap Yurianto.
Jika tidak diantisipasi, maka, kepadatan di moda transportasi umum tersebut akan berdampak pada kesehatan termasuk dapat menularkan virus tersebut.
Dirinya menegaskan, aturan pembagian jam masuk kantor menjadi dua sif tersebut tidak lantas menghilangkan kebijakan bekerja dari rumah terutama untuk mereka yang merupakan kelompok rentan.
"Misalnya pada pekerja atau pegawai yang punya penyakit komorbid. Pegawai dengan hipertensi, diabetes, dengan penyakit kelainan paru obstruksi menahun, diharapkan masih tetap diberi kebijakan bekerja di rumah. Ini penting, karena kelompok ini rentan," tegas Yurianto.
"Begitu juga dengan pekerja lanjut usia. Diharapkan masih bekerja di rumah," tutupnya.