Bagikan:

JAKARTA - Ketua Gugus Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan, tak semua rekomendasi World Health Organization (WHO) langsung diikuti oleh pihaknya. Sebab, rekomendasi itu belum tentu cocok dengan kondisi di Indonesia.

Sehingga, sebelum menerapkan rekomendasi dari organisasi kesehatan dunia tersebut, Gugus Tugas Percepatan COVID-19 selalu melakukan kajian terlebih dahulu.

"Pemberitahuan dari WHO perlu kami kaji sesuai kondisi di negara kita. Kalau kita ikuti mentah-mentah, dampaknya kita pasti akan terjadi penularan yang lebih banyak lagi," kata Doni usai melaksanakan rapat terbatas di Istana Merdeka, Senin, 29 Juni.

Doni juga menyatakan, saat ini, Gugus Tugas tengah melakukan kajian terhadap imbauan baru WHO yang mengatakan pasien yang sembuh dari COVID-19 tak perlu dilakukan tes sebanyak dua kali untuk memastikan kesembuhan mereka.

Diketahui, selama ini, pasien yang dinyatakan negatif telah lebih dahulu menjalani tes sebanyak dua kali. Hal ini bertujuan untuk saling menguji hasil tes yang ada. Jika kedua hasil tes dinyatakan negatif, barulah pasien dinyatakan sembuh.

Kembali pada soal anjuran WHO, Kepala Badan Nasional Penanganan Bencana ini menilai, anjuran ini tengah dikaji lebih jauh. Hal ini dirasa perlu, mengingat selama ini anjuran dari organisasi tersebut kerap berubah-ubah. 

Salah satunya adalah mengenai orang tanpa gejala (OTG) yang disebut memiliki risiko penularan yang kecil. Dia kemudian menjelaskan, beberapa waktu yang lalu WHO pernah menyatakan orang tanpa gejala punya risiko penularan yang kecil. Hal ini kemudian didiskusikan oleh Gugus Tugas COVID-19. 

"Ternyata benar diralat lagi sama WHO. WHO berubah-ubah terus," tegasnya.

Sehingga, berkaca dari kejadian tersebut, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 tak mau langsung mengikuti anjuran WHO secara mentah-mentah tanpa kajian lebih dalam.

Diketahui, beberapa waktu yang lalu WHO menerbitkan pedoman sementara terkait manajemen klinis COVID-19. Organisasi ini mengatakan, pasien COVID-19 yang negatif bisa dikeluarkan tanpa pengujian ulang seperti yang selama ini dilakukan.

Namun, masing-masing negara bebas untuk mengikuti pedoman baru ini ataupun mengikuti cara lama, yaitu memberlakukan pengujian dengan metode polymerase chain reaction (PCR) sebanyak dua kali sebelum menyatakan pasien terbebas dari COVID-19.