Bagikan:

JAKARTA - Berbagai upaya tengah dilakukan pemerintah pusat untuk menghentikan arus balik dari luar ke dalam Jakarta. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19 dari pemudik yang kembali. Salah satunya, penyekatan jalan oleh Kepolisan.

Polri telah mendirikan 116 pos penyekatan di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dalam rangka mengantisipasi arus balik usai Hari Raya Idulfitri 1441 Hijriah.

Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri Brigjen (Pol) Chryshnanda Dwilaksana mengatakan, sebanyak 116 titik penyekatan itu meliputi, Jawa Timur sebanyak 32 titik, Jawa Tengah 16 titik dan Jawa Barat 20 titik. Kemudian, DKI Jakarta 18 titik, Banten 15 titik dan Lampung 45 titik.

Chryshnanda menjelaskan, di dalam implementasinya, Polri meminta masyarakat memiliki persepsi yang sama bahwa pos penyekatan tersebut bukan semata-mata melarang masyarakat melakukan mobilitas. Namun, pos penyekatan itu dibuat demi mengantisipasi penularan virus corona atau COVID-19.

Lebih lanjut, Chryshnanda berharap, dengan adanya pembatasan mobilitas itu juga dapat melahirkan solidaritas sosial di antara masyarakat. Termasuk tidak saling menyalahkan atau pun melakukan provokasi.

"Marilah membangun semuanya ini dengan kesadaran, saling menjaga dan memotivasi, karena permaslahan ini semestinya menjadi bagian simbol peradaban itu sendiri," katanya, dalam video conference bersama wartawan, Rabu, 27 Mei.

Apalagi, kata dia, aparat yang bertugas di lapangan juga cukup rawan bisa terjangkit COVID-19. Karena itu, masyarakat diminta untuk memiliki kesadaran bersama mengenai bahaya dari virus ini.

"Polisi sendiri juga berbahaya untuk ketularan. Maka ada pembatasan dengan sistem virtual, ini untuk mengurangi komunikasi antar-personal. Kita paham ini adalah kemanusiaan supaya tidak tertular, tidak menularkan, dan semua lepas dari era pagebluk COVID-19," ucapnya.

Pemerintah Lebih Tegas

Direktur Prasarana Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan Edi Nursalam menyatakan, pemerintah akan lebih tegas melarang masyarakat yang telah mudik untuk kembali ke perantauan, khususnya ke wilayah DKI Jakarta.

Edi mengatakan, larangan untuk kembali dilakukan guna menjaga kondisi penyebaran COVID-19 di DKI Jakarta semakin menurun dari waktu ke waktu.

"Kami sangat mendukung kebijakan untuk terus menjaga kondisi wilayah DKI Jakarta sebagai episentrum pagebluk sesuai dengan rapat dengan Kemenko Maritim, dengan Pak Luhut, kami harus lebih keras melarang adanya arus balik," tutur Edi.

Khusus di Jabodetabek, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub bersama dengan Korlantas Polri telah membangun 11 titik penyekatan untuk membatasi keluar masuknya kendaraan dari dan menuju DKI Jakarta.

Hal ini, sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 47/2020, setiap orang harus mengantongi Surat Izin Keluar Masuk (SIKM), dilengkapi dengan berkas-berkas yang dibutuhkan, yang telah diatur dalam Surat Edaran (SE) Gugus Tugas Penanganan COVID-19.

Edi mengatakan, meskipun aturan ini tertuang di dalam Pergub DKI, tapi pada kenyataannya penerapannya diikuti juga ke daerah lain. Sebab, DKI Jakarta saling terhubung dengan daerah di sekitarnya.

Tak hanya itu, menurut Edi, pengawasan di pintu masuk lain juga diperketat, seperti di bandara, di mana calon penumpang tidak hanya harus melengkapi berkas dan memiliki SIKM, tapi juga harus membawa alat tes PCR dengan hasil tes negatif.

Lalu di perkeretaapian, kereta regional tidak dijalankan, melainkan hanya ada kereta luar biasa yang juga sangat terbatas. Sementara untuk di jalan raya, bus juga yang aktif hanya 1 terminal, yaitu di Pulo Gebang.

"Prinsipnya, kami sudah antisipasi, dengan pemberlakuan Permen Nomor 25/2020 hingga 31 Mei nanti dan Pergub DKI Nomor 47/2020, dalam rapat dengan Menko Maritim minimal sampai 7 Juni. Namun mungkin setelah itu tetap menerapkan adanya SIKM," ucapnya.

Libatkan RT/RW

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono mengatakan, selain bergantung pada kesadaran masing-masing, Ketua RT dan RW di daerah tempat masyarakat mudik bisa diandalkan untuk membujuk para pemudik agar tidak kembali ke Jabodetabek untuk sementara waktu.

"Ketua RT dan RW ini bisa diandalkan sebagai tokoh yang mengedukasi agar tidak melakukan arus balik, karena mereka tahu datanya, kulturnya, kebiasaannya, gestur masyarakat di daerah tersebut, sehingga mereka bisa mengedukasi," ucapnya.

Pengawasan pergerakan manusia harus diperketat untuk mencegah lonjakan kasus baru COVID-19. Karena itu, lanjut Agus, fokus saat ini bukan cuma tentang melarang arus balik, tapi juga memikirkan dampak yang akan terjadi akibat adanya arus balik.

Menurut Agus, selain melibatkan RT/RW setempat, pemerintah juga harus memikirkan untuk membuka lapangan pekerjaan di desa. Hal ini penting guna mendukung agar pemudik tak kembali lagi ke Jabodetabek.

"Maka lapangan pekerjaan harus dibuka di desa, agar kita bisa mencegah mereka balik ke kota," jelasnya.