Bagikan:

JAKARTA - Inisiator relawan LaporCovid-19, Irma Hidayana mendesak pemerintah untuk meminta maaf kepada masyarakat karena mengatasi pandemi COVID-19 dengan tidak tepat.

Saat ini, angka COVID-19 di Indonesia melojak. Pertambahan kasus baru harian berturut-turut mencapai rekor baru. Banyak rumah sakit tak lagi mampu menampung pasien COVID-19. Hingga, ketersediaan oksigen semakin menipis.

"Saya kira, permintaan maaf dan pengakuan atas pemerintah saat ini diperlukan. Mohon, situasi yang sudah gawat darurat dan carut marut ini diakui, minta maaf, dan memberikan bantuan konkret," kata Irma dalam diskusi virtual, Senin, 5 Juli.

Pemerintah, dalam pernyataannya, mengaku sudah menginstruksikan rumah sakit untuk mengonversikan lebih banyak tempat tidur perawatan dan ICU khusus COVID-19. 

Namun, Irma mengaku tim LaporCovid-19 sudah sangat sulit menemukan rumah sakit yang masih menyediakan tempat tidur bagi pasien terkonfirmasi virus corona.

"Kami kebanjiran menerima pesan dari warga yang meminta tolong untuk mendaapatkan layanan medis. Tapi, sebagian besar, 90 persen itu tidak berhasil. Sekarang sudah terlalu banyak sekali angka kesakitan dan kematian yang sebetulnya sudah banyak dicegah," ucap Irma.

Belum lagi, pemerintah masih bersikukuh terhadap data keterisian tempat tidur yang mereka himpun. Padahal, LaporCovid-19 menemukan adanya keterlambatan data terhadap ketersediaan tempat tidur isolasi maupun ICU COVID-19. Ia mencontohkan ketersediaan tempat tidur dalam kanal resmi Dinas Kesehatan DKI, yakni. http://eis.dinkes.jakarta.go.id.

Dalam situs tersebut, tercantum sejumlah tempat tidur yang tersedia di beberapa rumah sakit. Setelah tim LaporCovid-19 mengonfirmasi kepada rumah sakit tersebut, ternyata penuh.

"Tempat tidur RS di lapangan itu penuh. Tapi di data itu masih ada dan pemerintah menggunakan data ini, data yang hanya sebagai angka statistik. Bukan data yang merefleksikan situasi di lapangan," tuturnya.

Irma mengaku pemerintah memang sudah melakukan pencegahan hingga penanggulangan COVID-19. Namun, langkah yang dilakukan tak efektif. 

Pemerintah, menurut dia, masih mengutamakan pemulihan ekonomi dibanding kesehatan karena banyak serapan anggaran penanganan kesehatan yang masih minim.

"Pencegahan yang dilakukan pemerintah tak efektif. Penanganan kesehatan masyarakat masih nomor dua dibanding kebijakan ekonomi. Kalau memang efektif, kita tidak akan sampai pada lonjakan seperti ini," ungkap Irma.

"Kami meminta pemerintah mengakhiri segala komunikasi yang mencitrakan bahwa kita sedang baik-baik saja. Kita tidak sedang baik-baik saja, karena pencitraan yang menejlaskan kita sedang baik-baik saja hanya menumbuhkan ketidakwaspadaan masyarakat," pungkasnya.