JAKARTA - Dalam cuitannya, Senin, 5 Juli, Presiden Joko Widodo meminta masyarakat untuk tetap di rumah dan menjauhi kerumunan. Hal ini, menurut Jokowi, dapat membantu para tenaga kesehatan yang menangani COVID-19.
"Dengan persatuan, kita akan melalui masa sulit ini bersama," kata Jokowi lewat akun Twitter @jokowi.
Tak ada tempat yang lebih baik saat ini selain di rumah saja dan menjauhi kerumunan. Selain melindungi keluarga dan lingkungan, juga membantu para tenaga kesehatan yang tengah berjuang menangani pasien Covid-19.
Dengan persatuan, kita akan melalui masa sulit ini bersama-sama. pic.twitter.com/kgRVoo5IhD
— Joko Widodo (@jokowi) July 5, 2021
Seungguhnya, imbauan agar masyarakat di rumah saja dianggap tidak cukup. Pembatasan kegiatan masyarakat yang lebih ketat dalam PPKM darurat Jawa-Bali dan perpanjangan PPKM mikro di luar Jawa-Bali juga masih belum cukup.
Pemerintah, dalam pernyataannya, mengaku sudah menginstruksikan rumah sakit untuk mengonversikan lebih banyak tempat tidur perawatan dan ICU khusus COVID-19.
Namun, dalam laporannya, inisiator relawan LaporCovid-19 Irma Hidayat mengaku timnya sudah sangat sulit menemukan rumah sakit yang masih menyediakan tempat tidur bagi pasien terkonfirmasi virus corona.
"Kami kebanjiran menerima pesan dari warga yang meminta tolong untuk mendapatkan layanan medis. Tapi, sebagian besar, 90 persen itu tidak berhasil. Sekarang sudah terlalu banyak sekali angka kesakitan dan kematian yang sebetulnya sudah banyak dicegah," kata Irma dalam diskusi virtual, Senin, 5 Juli.
Belum lagi, pemerintah masih bersikukuh terhadap data keterisian tempat tidur yang mereka himpun. Padahal, LaporCovid-19 menemukan adanya keterlambatan data terhadap ketersediaan tempat tidur isolasi maupun ICU COVID-19. Ia mencontohkan ketersediaan tempat tidur dalam kanal resmi Dinas Kesehatan DKI, yakni. http://eis.dinkes.jakarta.go.id.
Dalam situs tersebut, tercantum sejumlah tempat tidur yang tersedia di beberapa rumah sakit. Setelah tim LaporCovid-19 mengonfirmasi kepada rumah sakit tersebut, ternyata penuh.
"Tempat tidur RS di lapangan itu penuh. Tapi di data itu masih ada dan pemerintah menggunakan data ini, data yang hanya sebagai angka statistik. Bukan data yang merefleksikan situasi di lapangan," tuturnya.
Karenanya, Irma mendesak pemerintah untuk meminta maaf kepada masyarakat karena mengatasi pandemi COVID-19 dengan tidak tepat.
Seperti yang sudah diketahui, angka COVID-19 di Indonesia melonjak. Pertambahan kasus baru harian berturut-turut mencapai rekor baru. Banyak rumah sakit tak lagi mampu menampung pasien COVID-19. Hingga, ketersediaan oksigen semakin menipis.
"Saya kira, permintaan maaf dan pengakuan atas pemerintah saat ini diperlukan. Mohon, situasi yang sudah gawat darurat dan karut-marut ini diakui, minta maaf, dan memberikan bantuan konkret," ucap Irma.
Bukti negara gagal lindungi rakyat dari corona
Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Herlambang Wiratraman membeberkan tiga fakta yang membuktikan pemerintah gagal melindungi rakyat dari lonjakan COVID-19.
Pertama, lonjakan kasus dan peningkatan kematian COVID-19 yang sedang terjadi. Ditambah, dengan merebaknya varian baru COVID-19 di Indonesia.
"Angka kasus harian hari-hari ini meningkat tajam, diiringi dengan realitas angka kematiannya tinggi. Ini bukan tidak diingatkan oleh banyak pihak. Ini sudah diingatkan banyak pihak, desakan bahkan untuk lockdown atau tarik rem darurat dari para ahli maupun tokoh," ungkap Herlambang.
Kedua, fasilitas pelayanan kesehatan saat ini, menurut Herlambang bisa dikatakan ambruk atau kolaps. Banyak pengakuan rumah sakit hari ini yang tak sanggup lagi menerima pasien COVID-19, sehingga penolakan terjadi di mana-mana.
Akibatnya, kata Herlambang, banyak pasien COVID-19 yang kondisi kesehatannya semakin memburuk akibat tak mendapat layanan kesehatan. Bahkan, tak sedikit warga positif COVID-19 meninggal dunia.
"Banyak orang yang seharusnya mendapatkan layanan ruang isolasi khusus, tetapi tidak mendapatkan akses. Sehingga, tidak mengejutkan tiba-tiba kita mendapati fakta, berdasarkan data dari LaporCovid-19, 265 pasien isolasi mandiri meninggal dunia," ungkap Herlambang.
Fakta ketiga gagalnya negara melindungi rakyat adalah tingginya jumlah nakes yang terpapar dan meninggal. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat per 27 Juni, ada 405 dokter meninggal.
"Angkanya sungguh meningkat tajam. Per 1 sampai 27 juni bertambah 31 orang. jadi dalam sebulan menambah 31 orang. Laporan dari Persatuan perawat nasional Indonesia juga menyebut per 28 Juni, sudah 326 perawat yang meninggal," tutur Herlambang.
"Jadi, tiga fakta ini saja sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk mengatakan negara gagal melindungi rakyatnya," lanjutnya.