Manusia dan Neanderthal Hidup Berdampingan di Gurun Negev 50 Ribu Tahun Lalu
Ilustrasi Gurun Negev, Israel. (Wikimedia Commons/Eduard Marmet)

Bagikan:

JAKARTA - Pemeriksaan ulang artefak baru-baru ini dari situs penggalian arkeologi Boker Tachtit di gurun Negev tengah Israel telah menemukan, manusia mungkin hidup berdampingan dengan neanderthal sekitar 50.000 tahun yang lalu.

Studi ini juga menemukan bahwa Boker Tachtit adalah titik migrasi paling awal yang diketahui dari Afrika untuk Homo Sapiens (manusia) awal di wilayah Levant.

Studi yang dipublikasikan pada Hari Senin 14 Juni di jurnal ilmiah 'Proceedings of the National Academy of Sciences', dipimpin oleh para peneliti dari Weizmann Institute of Science dan Max Planck Society, Prof. Elisabetta Boaretto, bersama dengan Dr. Omry Barzilai dari Israeli Antiquities Authority (IAA).

"Boker Tachtit adalah situs pertama di luar Afrika, yang ditembus manusia moderen dalam perjalanannya ke seluruh dunia. Oleh karena itu pentingnya situs tersebut, serta pentingnya penanggalannya secara akurat," Dr. Barzilai, direktur penggalian di situs Boker Tachtit atas nama IAA, mengatakan dalam sebuah pernyataan, seperti mengutip The Jerusalem Post

"Usia situs sebagaimana tertanggal dalam penelitian, sekitar 50 ribu tahun, menunjukkan manusia moderen ada di daerah Negev pada waktu yang sama dengan manusia Neanderthal, yang diketahui telah tinggal di dalamnya selama periode ini," paparnya.

"Tidak diragukan lagi bahwa kedua spesies, yang hidup dan berkeliaran di Negev, menyadari keberadaan satu sama lain. Situs Boker Tachtit penelitian kami menempatkan titik acuan penting dan tegas pada garis waktu evolusi manusia," terang Barzilai.

Menurut teori 'recent African origin', Homo sapiens berasal dari Afrika sekitar 270.000 tahun yang lalu, pada waktu yang berbeda mengambil rute utara ke Eurasia, melewati Levant, atau beberapa kemungkinan rute selatan ke sudut-sudut terpencil Asia dan bahkan Oceania, mencapai Australia melalui darat.

boker tachtit
Boker Tachtit ditandai dengan bintang. (Sumber: weizmann.usa.org)

Penelitian DNA menunjukkan migrasi kelompok manusia moderen dimulai dari Afrika ke Asia dan Eropa, dan dari sana ke seluruh dunia sekitar 60.000 tahun yang lalu, menyebabkan Neanderthal menghilang dan berasimilasi ke dalam populasi manusia moderen.

Selama periode Paleolitik Tengah (50.000-250.000 tahun yang lalu), dua spesies manusia yang berbeda hidup di dunia pada waktu yang sama, manusia Neanderthal dan manusia modern.

Manusia Neanderthal tinggal di Eropa dan Asia Tengah, sedangkan manusia modern tinggal di Afrika. Timur Tengah dan Israel khususnya adalah batas distribusi spesies ini, sehingga mereka juga mengandung sisa-sisa dua populasi pada periode waktu yang berbeda.

Boker Tachtit, yang terletak di cekungan Wadi Zin di tempat yang sekarang dikenal sebagai Taman Nasional Ein Avdat, dianggap sebagai situs kunci untuk melacak migrasi keluar dari Afrika.

Ini dianggap sebagai situs utama di Levant untuk mendokumentasikan periode penting dalam prasejarah umat manusia, transisi dari budaya prasejarah yang didominasi Neanderthal ke awal pemerintahan manusia moderen. Transisi ini ditandai dengan inovasi teknologi seperti produksi bilah dan pengenalan alat standar yang terbuat dari tulang dan tanduk.

Arkeolog Amerika Anthony Marks, yang pertama kali menggali dan mempublikasikan analisisnya tentang Boker Tachtit pada awal 1980-an, mendefinisikan situs tersebut sebagai industri transisi dari Paleolitik Tengah ke Paleolitik Atas dan, berdasarkan satu penanggalan radiokarbon, menyimpulkan bahwa situs itu berasal dari 47.000 tahun lalu.

Masalahnya, tanggal tambahan yang diperoleh dari situs tersebut, beberapa mencapai hingga 34.000 tahun yang lalu, membuat waktu transisi menjadi sangat bermasalah.

"Jika kita mengikuti garis waktu ini, maka periode transisi bisa berlangsung lebih dari 10.000 tahun, namun artefak yang digali dari situs utara di Israel, Lebanon, dan bahkan Turki menunjukkan bahwa transisi terjadi jauh lebih cepat," kata Boaretto, yang mengepalai D-REAMS (The Dangoor Research Accelerator Mass Spectrometry), laboratorium di Weizmann Institute yang mengkhususkan diri dalam metode penanggalan arkeologi tingkat lanjut.

Untuk menjawab pertanyaan ini, Boaretto, Barzilai dan tim multidisiplin mereka melakukan metode penanggalan lanjutan pada spesimen yang diperoleh dari Boker Tachtit selama penggalian baru yang mereka lakukan pada tahun 2013–2015.

peneliti israel
Lokasi penelitian di Boker Tachtit. (Clara Amit/Israel Antiquities Authority via The Jerusalem Post)

Metode ini termasuk teknik terbaru, seperti penanggalan radiokarbon resolusi tinggi dari potongan arang tunggal yang ditemukan di lokasi dan penanggalan pendaran terstimulasi optik dari butiran pasir kuarsa, yang dilakukan di Institut Weizmann dan di Institut Max Planck.

Para peneliti juga mengintegrasikan studi rinci tentang sedimen, menggunakan metode mikro-arkeologi untuk memahami bagaimana situs itu terbentuk secara fisik, dan untuk menyumbangkan data yang diperlukan untuk pembangunan kerangka kronologisnya.

"Kami sekarang dapat menyimpulkan dengan keyakinan yang lebih besar, transisi Paleolitik Tengah ke Atas adalah peristiwa yang berkembang cukup cepat yang dimulai di Boker Tachtit sekitar 50-49.000 tahun yang lalu. Berakhir sekitar 44.000 tahun yang lalu," ungkap Boaretto.

Penanggalan ini memungkinkan adanya tumpang tindih tertentu antara transisi yang terjadi di Boker Tachtit dan wilayah hutan Mediterania (Lebanon, Turki) antara 49.000 dan 46.000 tahun yang lalu.

"Hasil penanggalan membuktikan, untuk pertama kalinya dalam penelitian prasejarah, memang ada tumpang tindih ruang antara budaya Mostar akhir, yang diidentifikasi dengan manusia Neanderthal, dan budaya Emir, terkait dengan kemunculan manusia modern di Abad Pertengahan," tukas Barzilai.

Menurut skema penanggalan baru, fase awal di Boker Tachtit juga tumpang tindih dengan budaya Paleolitik Tengah sebelumnya secara lokal di wilayah tersebut, yaitu Neanderthal. 

"Ini menunjukkan bahwa Neanderthal dan Homo sapiens di Gurun Negev hidup berdampingan dan kemungkinan besar berinteraksi satu sama lain, menghasilkan tidak hanya perkawinan silang genetik, seperti yang didalilkan oleh teori 'recent African origin', tetapi juga dalam pertukaran budaya," Boaretto dan Barzilay menyimpulkan.