Kilas Peristiwa Persidangan Rizieq Shihab kasus Tes Swab RS Ummi: Penawaran Grasi hingga Kericuhan Massa Pendukung
Ilustrasi - Sidang Tuntutan Rizieq Shihab (Foto: Tangkap Layar sidang Rizieq Shihab)

Bagikan:

JAKARTA - Hakim memvonis Rizieq Shihab dengan penjara empat tahun dalam kasus hasil swab tes RS UMMI. Putusan itu belum inkrah atau memiliki kekuatan hukum tetap karena Rizieq mengajukan banding.

Terlepas dari hasil persidangan itu, muncul beberapa hal yang mewarnai proses persidangan. Mulai dari majelis hakim yang menawarkan pengampunan atau grasi dari Presiden hingga kerusuhan massa pendukung Rizieq Shihab.

Untuk penawaran grasi, bermula ketika majelis hakim selesai membacakan putusan yang menjatuhkan saksi pidana penjara terhadap Rizieq selama empat tahun.

Kemudian, hakim menawarkan menawarkan tiga hal untuk menanggapi putusan. Pertama, menerima atau menolak dengan mengajukan banding.

Kedua, Rizieq dipersilakan berpikir dulu untuk menentukan sikap atas putusan tersebut dengan tenggang waktu tujuh hari. Terakhir, permohonan ampun atau grasi kepada Presiden Jokowi.

Hanya saja, Rizieq dengan tegas menolak dan memilih untuk mengajukan banding atas putusan empat tahun penjara.

"Ada beberapa hal yang saya tidak bisa terima. Di antaranya jaksa yang menghadirkan ahli forensik padahal di pengadilan ini saksi ahli forensik tidak pernah hadir. Yang kedua, saya keberatan majelis hakim tidak lagi menggunakan hasil otentik di dalam penerapan Pasal 14 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946," 

"Dengan ini saya menolak putusan majelis hakim dan saya menyatakan banding," ucap Rizieq dalam persidangan, Kamis, 24 Juni.

Senada, tim pengacara Rizieq yang diwakili Sugito Atmo Prawiro juga menyatakan menolak putusan hakim. Mereka tak menerima kliennya dijatuhi sanksi pidana penjara.

"Kami dari penasihat hukum juga akan menyatakan banding atas putusan tersebut," kata Sugito.

Usai sidang, salah satu pengacara Rizieq, Aziz Yanuar mengaku heran dengan penawaran grasi tersebut. Menurutnya, penawaran itu baru pertama kali didengarnya selama menjadi pengacara pada kasus yang putusannya empat tahun penjara.

"Patut dicatat ini menarik ketika ada majelis hakim dalam satu kasus yang katanya kasus prokes dan pidana tapi ada embel-embel meminta grasi ke presiden," kata Aziz.

Namun, Aziz enggan untuk berkomentar banyak perihal tersebut. Dia mengatakan urusan tawaran permohonan grasi ke Jokowi nantinya ditanggapi pakar hukum.

"Biar para ahli hukum yang berkomentar apakah ini lazim atau tidak. Tapi kita kaget juga, tapi habib dan para terdakwa sudah memutuskan akan banding," ungkap Aziz.

Pengacara Rizieq lainnya, Achmad Michdar menyebut penawaran mengajukan grasi sangat tidak masuk akal. Sebab, dalam undang-undang hanya diberikan tenggang tujuh hari untuk menanggapi putusan hakim tersebut.

"Kalau urusan grasi ke Presiden enggak mungkin satu Minggu. Anda bayangkan dalam satu Minggu kalau enggak ada keputusan lain mereka ditahan. Bagaimana mungkin? Mungkinkah dalam seminggu mengajukan grasi ke presiden?" tegas Michdar.

Dengan alasan itu, Rizieq dan tim pengacara lebih memilih mengajukan banding. Sehingga, masih dimungkinkan harapan mereka agar Rizieq bisa bebas dapat terpenuhi.

"Konsekuensinya tetap ditahan (kalau mengajukan grasi). Tapi kalau dia nyatakan banding, otomatis kasus belum berkekuatan hukum," kata Michdar.

Massa Bentrok dengan Polisi

Di sisi lain, proses persidangan sempat diwarnai dengan massa yang sempat terlibat bentrokan dengan aparat kepolisian.

Massa dan polisi saling dorong di Flyover Pondok Kopi. Bahkan, para pendukung Rizieq Shihab itu menendangi polisi yang berjaga.

Polisi pun sempat membalas massa Rizieq Shihab. Mereka menyemprotkan air dengan water cannon

Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Erwin Kurniawan mengatakan, salah satu pemicu bentrokan itu karena ada massa pendukung Rizieq yang menceburkan kendaraan milik anggota Polri.

Sebenarnya tadi ada kendaraan anggota yang sempat dimasukkan ke sungai oleh pengunjuk rasa sehingga menimbulkan sedikit kericuhan," kata Erwin.

Meski demikian, bentrokan itu sudah bisa dihentikan. Polisi mencoba berkoordinasi dengan koordinator dari massa pendukung Rizieq Shihab.

Massa, lanjut Erwin, meminta untuk bisa berada di depan Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Tapi karena alasan penerapan protokol kesehatan (prokes) keinginan itu tak bisa dipenuhi.

"Hal ini tentu harus dipahami bahwa menjaga jarak agar tidak terjadi kerumunan adalah hal utama menjaga warga masyarakat sehingga tidak terpapar COVID-19 itu yang menjadi dasar utama," ungkap Erwin.