Kemendikbudristek Sebut Anak Jadi Malas Baca Buku dan Sering Bangun Siang karena Belajar Daring
ILUSTRASI/DOK Pemprov DKI

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Sri Wahyuningsih mengaku pihaknya menemukan dampak negatif dari kegiatan belajar daring.

Akibat setahun anak-anak belajar secara daring (online) karena sekolah ditutup, Sri mengaku banyak anak yang menjadi malas baca buku karena merasa akses informasi semakin mudah dilakukan secara daring.

"Ada fenomena baru dari anak-anak kita yang belajar daring. Karena saking mudahnya mengakses apa pun, mereka jadi menggampangkan. Misalnya dari mengerjakan tugas sekolah, anak-anak kita jadi cenderung kurang membaca buku karena lebih mudah mengakses," kata Sri dalam diskusi virtual, Kamis, 24 Juni.

Sebenarnya, Sri menganggap belajar daring memiliki manfaat bagi anak-anak, khususnya di tingkat SD, yakni bisa meningkatkan kreativitas dalam memanfaatkan fitur teknologi.

Namun, kegiatan ini harus terus dipantau oleh para guru dan orang tua masing-masing siswa sekolah agar pemanfaatan teknologi tetap berada pada esensinya.

"Di satu sisi anak-anak kita menjadi lebih canggih, lebih pintar memanfaatkan tekonologi dan fiturnya. Mereka menjadi mudah mengakses dan berselancar dengan fasilitas yang ada, tapi satu sisi ini juga menjadi habbit addict terhadap pemanfaatan teknologi," tutur Sri.

"Karenanya, kepada kawan-kawan guru, kami berharap ada upaya membangun komunikasi dengan orang tua untuk menningkatkan kreativitas anak dalam belajar," lanjut dia.

Di sisi lain, lanjut Sri, belajar daring juga bisa mengubah pola hidup anak-anak selama masa pandemi. Selama lebih dari setahun penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ), anak-anak cenderung lebih sering bangun siang.

"Kedisiplinannya menjadi bergeser, kebiasaan bangun pagi berangkat ke sekolah saat era normal, di masa BDR ini anak-anak kita sering bangun siang. ini banyak dikeluhkan orang tua," tutur dia.

Selain itu, orang tua juga sering mengeluh kesulitan membantu anak-anaknya belajar menggantikan tugas yang biasa dilakukan guru di kelas.

"Tidak semua orang tua mampu memfasilitasi anak-anak kita belajar dari rumah. kemudian juga orang tua kesulitan, baik dari kompetensi akademik, fasilitas sarana-prasarana juga kurang mendukung," ucapnya.

Karenanya, Sri menyebut pemerintah mendorong pembukaan sekolah tatap muka di daerah dengan zona hijau atau daerah yang tidak memiliki kasus COVID-19.

"Tapi sekali lagi, kita saat ini kondisinya memang sedang fluktuatif, dan selanjutnya PTM Terbatas didorong untuk daerah aman yang ada dalam zona hijau," imbuhnya.