JAKARTA - Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono menyebut keadaan infeksi COVID-19 yang tengah meningkat di Indonesia saat ini dua kali lipat dari kasus yang tercatat.
Miko menuturkan, kasus yang tercatat di Kementerian Kesehatan saat ini hanya 50 persen dari keadaan sebenarnya.
Sementara, sisa 50 persen lainnya merupakan orang yang terinfeksi namun tak menyadarinya karena tidak memiliki gejala namun tetap menularkan ke orang lain.
"Proporsi orang tanpa gejala (OTG) yang tak terperiksa dan kasus yang tercatat itu 50:50. Jadi, bayangkan jika ada 14 ribu kasus per hari yang dilaporkan, itu berarti ada 28 ribu, dua kali lipatnya orang yang terpapar," kata Miko kepada VOI, Kamis, 24 Juni.
Miko mengkhawatirkan semakin meluasnya penularan virus corona jika pemerintah tak melakukan strategi penanganan COVID-19 dengan baik.
Pemerintah memang telah menerapkan micro lockdown atau karantina dalam skala kecil di lingkup RT atau desa yang memiliki kasus COVID-19 yang tinggi. Namun, menurut Miko hal itu tak efektif.
"Lockdown tingkat desa atau RT tidak tepat, kenapa tidak kecamatan atau bahkan kabupaten. Sebab, kalau lockdown hanya skala kecil, penyebaran virus udah melebar," tutur Miko.
BACA JUGA:
Menurut dia, tujuan lockdown adalah membendung mobilitas masyarakat yang menyebabkan penularan tinggi di suatu wilayah. Masalahnya, ada orang yang terinfeksi COVID-19 namun dirinya tidak mengetahui.
"Bayangkan kalau OTG itu menjadi sumber penularan. Itu akan terjadi kebocoran di mana-mana karena yang 50 persen OTG ini tak tercatat," sebut dia.
Miko mengaku pihaknya telah menyerahkan pemaparan ini kepada pemeringha pusat. "Informasi ini saya sudah berikan kepada Kementerian Kesehatan, Pak Menko Airlangga. Tapi ini tergantung keputusan pemerintah menyikapinya bagaimana," imbuhnya.