JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan dirinya sering mendengar keluh kesah dari sejumlah pimpinan. Keluhan ini terkait adanya pimpinan komisi antirasuah yang mendominasi saat pengambilan keputusan di lembaga tersebut.
"Dikatakan bahwa ada pimpinan KPK yang terlalu dominan. Bahkan dalam beberapa keadaan, empat pimpinan mau melakukan sesuatu dan yang satu ini tidak mau, itu tidak bisa terjadi," kata Novel dalam diskusi yang ditayangkan di YouTube Public Virtue Institute, Minggu, 20 Juni.
Novel tak menyebut siapa pimpinan KPK yang menyampaikan keluh kesah kepada dirinya. Dia juga tak mengungkap siapa sosok pimpinan yang mendominasi tersebut.
Tapi, dia menegaskan keluhan tersebut benar adanya dan dominasi ini berujung pada terganggunya proses pemberantasan korupsi. "Ini yang sering disebut beberapa pimpinan KPK tadi, bahwa itu sering mengganggu," tegas Novel.
"Karena, kalau yang terjadi seperti itu kan pasti namanya dinamika pengambilan keputusan di KPK akan terganggu dengan hal-hal yang demikian," imbuhnya.
BACA JUGA:
Kabar mengenai dominasi salah satu pimpinan KPK ini juga pernah disinggung oleh peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Universitas Andalas, Feri Amsari.
Dia pernah mengatakan, empat pimpinan KPK yaitu Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, dan Lili Pintauli Siregar sebagai boneka karena sekadar mengikuti keinginan Ketua KPK Firli Bahuri dan tak menjalankan prinsip kolektif kolegial.
"Inilah anehnya, empat pimpinan lain tidak memahami kolektif kolegial. Saya melihat, pimpinan lain hanya boneka yang digerakkan oleh kepentingan yang sama terhadap Pak Firli," kata Feri kepada wartawan, Jumat, 14 Mei.
Dia menganggap, selama ini tak pernah ada sikap yang diambil oleh empat pimpinan komisi antirasuah. "Lebih banyak mereka sebagai orang tidak berguna saja di KPK," tegas Feri.