Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah berhasil memulangkan buronan kasus pembalakan liar, Adelin Lis, yang mencoba bersembunyi di Singapura. Proses pemulangan pun penuh dengan drama.

Pemulangan buronan kelas kakap itu berawal ketika Adelin Lis ditangkap masuk ke Singapura pada Maret 2021. Dia ditangkap otoritas Singapura karena menggunakan paspor palsu dengan nama Hendro Leonardi.

Setelah kabar penangkapan itu terdengar, Kejagung langsung bertindak cepat dengan menggandeng KBRI melobi Pemerintah Singapura agar mendeportasi Adelin Lis. Sebab, buronan itu dikenal licin karena pernah dua kali melarikan diri.

Sehingga, Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta kepada jajarannya untuk bersiaga di Singapura. Sembari proses negosiasi yang terus berjalan.

"Jaksa Agung meminta Adelin Lis segera dibawa ke Jakarta. Tim Kejagung di Singapura sudah standby di sana untuk pemulangan. Dan harus dibawa ke Jakarta, tidak boleh ke tempat lain," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Rabu, 16 Juni.

Bahkan, Jaksa Agung meminta KBRI untuk menolak semua upaya lobi dari pihak keluarga dan pengacara buronan itu. Sebab, ada permintaan agar Adelin Lis dipulangkan ke Medan, Sumatera Utara.

"Jaksa Agung Burhanuddin menolak keinginan Adelin Lis, karena penegakan hukum merupakan kewenangan mutlak Kejaksaan Agung. Pak Burhanuddin memerintahkan KBRI untuk hanya mengizinkan Adelin Lis dideportasi ke Jakarta," kata Leonard.

Di sisi lain, Kejagung juga mempersiapkan dua skenario untuk memulangkan Adelin Lis. Pertama, dengan memboyongnya dari Singapura menggunakan pesawat sewaan.

"Skenario yang pertama, kita lakukan penjemputan dengan melakukan penyewaan pesawat carter," ungkapnya.

Sedangkan, skenario kedua dengan cara memulangkan buronan itu menggunakan pesawat komersial, maskapai Garuda Indonesia.

Dua hari berselang, Kejagung akhirnya berhasil memulangkan Adelin Lis ke Indonesia. Dia dipulangkan menggunakan pesawat komersial Garuda Indonesia yang dijadwalkan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 19.40 WIB.

Dalam proses pemulangan ini, Adelin Lis diperlakukan layaknya terpidana berisiko tinggi. Bahkan, saat berada di Singapura, dia mendapat pengawalan eksta ketat.

"Pukul 18.40 waktu Singapura, terpidana masuk dalam pesawat Garuda GA-837. Kemudian saat terpidana memasuki Bandara (Changi) Singapura, dilakukan pengawalan yang cukup ketat oleh empat orang petugas dari kepolisian Singapura dengan memperlakukan terpidana sebagai DPO berisiko tinggi," papar Leonard.

Bahkan, saat dibawa ke Indonesia dengan menggunakan pesawat terbang, Adelin Lis juga dikawal tanpa celah. Setidaknya ada dua petugas Kejaksaan yang duduk di kiri dan kanannya.

"Terpidana duduk di kursi nomor 57T. Sementara itu, dua petugas Korps Adhyaksa mengapitnya di kursi nomor 57D dan 57F," kata Leonard.

Hanya saja, Leonard menegaskan Adelin Lis bakal langsung dieksekusi badan. Artinya, dia akan menjalani penahanan.

"Eksekusi (badan) mulai per hari ini," ungkapnya.

Untuk mencegah COVID-19, Adelin Lis bakal dikarantina dulu di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta cabang Kejagung. Hal ini untuk memastikan dia negatif COVID-19.

"Selanjutnya terpidana akan dilakukan karantina kesehatan selama 14 hari, kita tempatkan di rutan Salemba cabang Kejagung untuk dieksekui ke lapas," papar Leonard.

Tapi, dengan alasan penerapan protokol kesehatan itu, eksekusi denda dan pidana uang pengganti belum bisa dilakukan. Eksekusi itu akan dilakukan setelah masa karantina rampung.

Sebagai informasi, Adelin Lis merupakan buronan kasus korupsi dan pembalakan liar. Saat itu dia merupakan Direktur PT Keang Nam Development Indonesia yang telah divonis pidana penjara 10 tahun oleh Mahkamah Agung pada 2008. 

Selain itu, Adelin Lis juga didenda Rp1 miliar serta pidana uang pengganti sebanyak Rp119,8 miliar serta dana reboisasi 2,938 juta dolar Ameriksa Serikat.

Adelin kabur dari Indonesia sejak November 2007. Pada 2018, ia ditangkap oleh otoritas Singapura atas kasus pemalsuan paspor. Pengadilan Singapura lantas menghukumnya membayar denda 14 ribu dolar Singapura dan dideportasi.