Komnas HAM: Ada Perbedaan Landasan Hukum antara KPK dan BKN Terkait Pelaksanaan TWK
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (Foto: Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan, ada perbedaan landasan hukum atau legal standing antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam pelaksanaan Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). 

Hal ini disampaikannya usai Komnas HAM mendapatkan keterangan dari Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang hadir untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran hak asasi dalam pelaksanaan TWK.

"Kami mendapatkan sesuatu yang agak berbeda antara standing yang diceritakan kepada kami oleh KPK maupun oleh BKN," kata Anam kepada wartawan di kantornya, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Kamis, 17 Juni.

Dengan adanya perbedaan tersebut, Komnas HAM akan terus melakukan pendalaman. Apalagi, keterangan yang berbeda ini berpengaruh besar dalam proses alih status pegawai KPK.

Hanya saja, Anam menolak untuk memerinci lebih jauh. Sebab, hal ini berkaitan dengan penyelidikan yang sedang berjalan.

"Ada yang soal substansial di mana ini mempengaruhi secara besar kok kenapa ada hasil 75 dan hasil 1.200 sekian. Secara substansial itu ada dan secara teknis itu juga ada. Jadi gabisa kami sebutkan," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyelesaikan pemeriksaan di Komnas HAM terkait polemik Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilaporkan pegawai.

Ghufron mengatakan, sudah menyampaikan semua mengenai pelaksanaan TWK. Salah satunya, terkait landasan hukum dalam pelaksanaan tes untuk status kepegawaian.

Selain itu, Ghufron sebagai perwakilan lima pimpinan KPK menjelaskan tentang pelaksanaan TWK hingga pelantikan pegawai mereka sebagai ASN. Hal ini disampaikan dalam pemeriksaan yang digelar sejak pukul 10.30 WIB hingga sekitar pukul 15.00 WIB.

"Jadi kami menjelaskan kepada Komnas HAM berkaitan dengan legal standing, dasar hukum kewenangan, kemudian kebijakan regulasi, dan pelaksanaan dari alih pegawai KPK ke ASN yang telah dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2021," kata Ghufron kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Kamis, 17 Juni.

"Kemudian lahirlah Perkom Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengalihan Status Pegawai KPK menjadi ASN itu kebijakan regulasi," imbuhnya.

Sebagai informasi, Tes Wawasan Kebangsaan diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.

Sementara 75 pegawai termasuk penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan Direktur PJKAKI Sujarnarko yang akan pensiun juga dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Sedangkan dua pegawai lainnya tak hadir dalam tes wawancara.

Penuturan para pegawai yang ikut tes ini, terdapat sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan asesmen. Termasuk pada pertanyaan yang diajukan oleh asesor atau penilai saat proses wawancara.

Para pegawai menyebut pertanyaan yang diajukan saat proses TWK berlangsung melanggar ranah privat. Kejanggalan inilah yang kemudian diadukan oleh puluhan pegawai ini ke Komnas HAM, Komnas Perempuan, hingga Ombudsman RI.