JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali memanggil pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dimintai klarifikasi terkait kejanggalan dalam pelaksanaan Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada hari ini, Selasa, 15 Juni. Hanya saja, belum diketahui pasti apakah mereka akan hadir.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan pihaknya saat ini masih mendalami lebih lanjut surat pemanggilan dan penjelasan yang diterima pihaknya dari Komnas HAM. Dari hasil pendalaman ini, nantinya baru akan diputuskan apakah pimpinan akan bergerak menuju Jalan Latuharhary yang merupakan lokasi Kantor Komnas HAM.
"Terkait dengan surat Komnas HAM, kita memang telah menerima surat itu dan kita sedang mempelajari untuk memastikan bahwa apakah kemudian KPK juga akan menyampaikan untuk mendapatkan informasi terkait apa yang diduga dilanggar KPK berdasarkan laporan ke Komnas HAM," kata Lili dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Senin, 14 Juni.
Melengkapi pernyataan tersebut, Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan penjelasan yang disampaikan Komnas HAM menjadi hal yang penting. Tak hanya itu, dia juga belum dapat memastikan kehadiran pimpinan komisi antirasuah pada pemanggilan besok.
"Nanti perkembangannya kita sampaikan lebih lanjut besok. Saat ini tim sedang mempelajari (surat balasan Komnas HAM)," ucapnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron juga menyatakan pemanggilan terhadap dia dan pimpinan komisi antirasuah oleh Komnas HAM tidaklah jelas. Sehingga, mereka memilih tak hadir saat pemanggilan pertama pada Selasa, 8 Juni lalu dan berkirim surat untuk meminta kejelasan terkait pemeriksaan yang akan mereka jalankan.
"KPK menyampaikan alasan bahwa kami butuh kepastian yang akan dimintai keterangan kepada kami itu berkaitan dengan dugaan pelanggaran HAM apa," kata Ghufron kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 11 Juni.
Sebenarnya, alasan pemanggilan dan pemeriksaan pimpinan KPK ini kerap kali dijelaskan oleh Komisioner Pemantauan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam.
Pemanggilan untuk klarifikasi ini menjadi hal yang penting dilakukan. Sehingga, pihaknya bisa mendengarkan keterangan dari dua pihak yang terkait sebelum akhirnya membuat rekomendasi.
Terbaru, Anam bahkan menyebut permasalahan TWK yang membuat 75 pegawai KPK tidak lolos ini sebenarnya bukan perkara rumit. Asalkan pimpinan komisi antirasuah itu bisa datang untuk menjelaskan duduk perkara pelaksanaan tes alih status kepegawaian ini.
Apalagi, semua dokumen yang berkaitan terkait polemik ini sudah diterima pihaknya. Begitu juga dengan kesaksian dari pegawai sudah tercatat.
"Oleh karenanya panggilan Komnas HAM dimaknai dengan cara ya datang saja, membawa dokumen, kesaksian. Enggak perlu ada argumentasi lain," kata Anam kepada wartawan di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Senin, 14 Juni.
Selain itu, dirinya juga menyebut kehadiran Firli Bahuri dkk juga akan mendatangkan kebaikan karena dapat memberikan pencerahan pada publik.
Lebih lanjut, Anam juga bicara soal pemanggilan paksa memang bisa dilakukan jika nantinya pimpinan KPK tak mau datang. Secara hukum dan kewenangan, kata Anam, hal ini diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 di mana prosedurnya harus melibatkan pengadilan.
Namun, pihaknya belum akan menggunakan cara ini. Sebab, Komnas HAM masih yakin pimpinan KPK akan datang dalam pemanggilan kedua pada Selasa, 15 Juni.
"Sampai sekarang kita masih menganggap KPK berniat baik untuk datang ke Komnas HAM," tegasnya.
Sebagai informasi, Tes Wawasan Kebangsaan diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.
Sementara 75 pegawai termasuk Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan eks Direktur PJKAKI Sujarnarko yang akan pensiun juga dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Sedangkan dua pegawai lainnya tak hadir dalam tes wawancara.
Dari 75 tersebut, 24 pegawai dinyatakan masih bisa dibina sementara 51 di antaranya akan diberhentikan secara efektif pada 1 November nanti. Penyebabnya, mereka dianggap sudah tak bisa lagi dibina karena mendapatkan ponten merah dari asesor dalam tes tersebut.
Hanya saja, tes tersebut belakangan dianggap penuh kejanggalan. Penuturan para pegawai KPK, ada sejumlah hal yang aneh termasuk ada pertanyaan yang melanggar ranah privat.
Sehingga, para pegawai yang dinyatakan tak lolos ini mengadukan kejanggalan itu ke sejumlah lembaga mulai dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, hingga Ombudsman dengan dugaan maladministrasi selama proses TWK berlangsung.