Bagikan:

JAKARTA - Mahfud MD membagikan sedikit kenangan dengan Presiden Joko Widodo sebelum dirinya didaulat sebagai Menko Polhukam. Hal ini terkait pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP yang kini mendapat atensi penuh dari publik Indonesia.

Mahfud bertanya kepada Presiden Jokowi, bagaimana sikapnya terhadap polemik pasal penghinaan ini. Alih-alih menjawabnya dengan panjang lebar, Jokowi menjawab singkat.

"Terserah legislatif, mana yg bermanfaat bg negara. Kalau bg sy pribadi, masuk atau tak masuk sama sj, toh sy sering dihina tp tak pernah memperkarakan," kata Mahfud mengenang ucapan Jokowi, dikutip dari Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Rabu, 9 Juni.

Dalam sudut pandang orang nomor satu di negara ini, menurut Mahfud, masuk tidaknya pasal penghinaan tergantung dari legislatif. Bila muaranya baik bagi negara maka silakan saja.

"Jd menurut Pak Jokowi sbg Presiden "mau memasukkan atau tdk pasal penghinaan kpd Presiden ke KUHP putusannys terserah pembahasan di legislatif; pokoknya apa yg baik bg negara", tp bg Pak Jokowi sbg pribadi masuk atau tdk sama sj, sering dihina jg tak pernah mengadu/memperkarakan," terang Mahfud.

Untuk diketahui, Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden di RKUHP tercantum dalam Pasal 217 hingga 220.

Pasal 217 

Setiap orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Pasal 218

(1) Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Sementara, pasal 219 mengatur tentang gambar atau biasa dikenal dengan meme presiden di media elektronik atau media sosial.

Pasal 219

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum; Memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden; Dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 220

(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.