Pasal Penghinaan Presiden Tidak Dihapus Dari RUU KUHP: Begini Alasannya Menurut Wamenkumham
Wamenkumham RI Prof Edward Omar Sharif Hiariej/Foto: Antara

Bagikan:

YOGYAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menerangkan alasan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden tetap ada dalam naskah Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Aturan Pidana (RUU KUHP) hasil koreksi. Hasil koreksi yang dijalankan pemerintah menampung semua usulan dari masyarakat. Lalu, apa alasan pasal penghinaan presiden tidak dihapus dari RUU KUHP?

Kemudian, diputuskan apabila pasal berkaitan dengan penghinaan presiden dan wakil presiden lebih diterangkan secara spesifik.

"Itu tidak di-take out tetapi dibuat dalam penjelasannya," ujar Eddy sapaan akrab Edward Omar saat ditemui di Universitas Nusa Cendana (Undana), Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu 2 November.

Alasan Pasal Penghinaan Presiden Tidak Dihapus Dari RUU KUHP

Wamenkum HAM Edward Omar Sharif Hiariej/FOTO VIA ANTARA
Wamenkum HAM Edward Omar Sharif Hiariej/FOTO VIA ANTARA

Meskipun diputuskan tak dihapus, Eddy ingin terhadap masyarakat konsisten memberikan usulan pembenaran dalam naskah RUU KUHP itu. Termasuk penjelasan lebih terperinci kepada penghinaan presiden yang menjadi pasal krusial.

"saya kira ada pertanyaan dan juga rekomendasi bagus, minta untuk penjelasan lebih mendetail berkaitan pasal-pasal antara lain penghinaan kepada Presiden dan Wapres," Ujarnya.

Eddy juga sudah menjabarkan alasan dari Regu Penyusun RUU KUHP untuk selalu mempertahankan pasal 218 perihal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden.

Naskah itu diputuskan untuk ditarik pada 19 September 2019 dari DPR untuk kembali dibenarkan pemerintah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat bertanya tentang alasan pasal itu selalu dipertahankan.

"Yang berikut yang ditanyakan presiden sama persis dengan apa yang ditanyakan adik-adik tercinta (mahasiswa). Saya ini seandainya dihina enggak apa-apa to, mengapa mesti ada pasal penghinaan," kata Eddy seraya tirukan ucapan Jokowi kala itu.

"Kami tim ahli setuju, ini bukan urusan Joko Widodo, bukan. Ini urusan penghormatan kepada presiden dan wakil presiden," lanjutnya.

Eddy langsung menjawab alasannya mengapa masalah Penghinaan Presiden wajib dibuatkan pasal tersendiri, terpisah dengan pasal penghinaan pada biasanya.

Karena, masalah pasal penghinaan presiden bukan masalah equality before the law (kesetaraan di mata hukum). Tetapi merujuk pada frasa aturan primus inter pares atau pertama di antara yang sederajat.

"Jika sahabat-sahabat mengatakan bahwa tak usah gunakan pasal penghinaan kepada presiden gunakan saja pasal penghinaan umum. Karenanya logikanya tak perlu ada pasal makar, pasal makar itu akan membunuh presiden dan wakil presiden, kenapa tak dihapus aja kan ada pasal 338 KUHP pembunuhan biasa" terangnya.

"Jadi kita berdiskusi dengan nalar yang tetap, saat anda mengakui ada pasal makar pembunuhan kepada presiden dan wakil presiden. Karenanya, penghinaan yang menyerang harkat dan martabat wajib ada," Tuturnya.

Oleh karena itu, Eddy mengatakan bahwa  dipertahankannya Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden itu masalah obyek yang dibatasi. Sehingga tak akan bertentangan dengan UUD 1945 atas asas kebebasan beranggapan, berekspresi, dan demokrasi.

"Tetapi (UUD 1945) tak menjamin kebebasan menghina. apa inti penghinaan aturan pidana cuma dua satu menista, apa itu menista, merendahkan martabat orang lain dengan mensederajatkan orang itu dengan binatang," terangnya.

"Kedua apa, inti dari penghinaan fitnah. Saya kira tak ada satupun ajaran agama yang membolehkan fitnah. Nah inti penghinaan itu cuma dua itu, menista dan fitnah," tambahnya.

Oleh sebab itu, Eddy mempertimbangkan problem pasal penghinaan Presiden dalam naskah RUU KUHP nanti tak akan mengatur masalah kebebasan kebebasan beranggapan, berekspresi, dan demokrasi.

"Itu ditunjukkan sejelas-jelasnya dalam penjelasan bahwa penyerangan harkat dan martabat presiden itu ditujukan itu merupakan menista atau memfitnah," ujarnya.

Pemerintah bakal langsung menyerahkan beleid atau naskah Rancangan Undang-Undang Kitab Undang- Udang Aturan Pidana (RUU KUHP) terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada, Rabu 9 November 2022 minggu depan.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menerangkan bahwa naskah yang bakal diserahkan ke DPR sudah disempurnakan dan telah lewat masa sosialisasi sosialisasi terhadap publik.

"Jadi telah diagendakan tanggal 9 November, Rabu depan kita akan memperkenalkan revisi {kepada} naskah RUU KUHP yang kita dapatkan dari hasil dialog publik ataupun usulan dari beragam elemen masyarakat," ujar Eddy sapaan akrab Edward Omar dikala dijumpai di Universitas Nusa Cendana (Undana), Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (2/11).

Sesudah diserahkan, pemerintah mau bahwa naskah RUU KUHP itu akan menjadi pembahasan oleh DPR selama masuk masa persidangan II tahun sidang 2022-2023 oleh DPR.

50 Pasal

Kendati berkaitan dengan nilai apa saja yang dibenarkan, Eddy cuma mengatakan ada sekitar 50 pasal yang sudah diperjelas sesudah sebelumnya ditarik pemerintah untuk dijalankan penyempurnaannya. "Saya masih belum dapat merinci tapi kurang lebih ada 50 item," katanya.

Meski sudah dijalankan pembetulan, Eddy tidak menafikan jika nanti akan ada penolakan dari beberapa masyarakat kepada naskah RUU KUHP yang bakal diserahkan terhadap DPR.

"Saya kira tak mungkin 100 persen masyarakat Indonesia itu puas dengan RUU KUHP. Tapi kami mencoba mengakomodasi menurut hasil dialog publik. Jadi ada sekitar lebih dari 50 item perubahan,"tuturnya.

Meskipun tak merinci perubahan pasal yang akan tertuang dalam naskah itu, tetapi Eddy mengatakan bahwa seperti Pasal soal praktik dokter gigi sampai pengacara curang sudah dihapus.

"Seperti dokter gigi dan dokter yg berpraktek tanpa izin kita take out, juga untuk pengacara curang kita take out dan ada sebagian pasal yang kita keluarkan dari RUU KUHP," terangnya.

Jadi setelah mengetahui pasal penghinaan presiden tidak dihapus dari RUU KUHP, Simak berita menarik lainnya di VOI, saatnya merevolusi pemberitaan!