Pasal Perzinahan dalam RUU KUHP Dinilai Kontraproduktif, PHRI DIY Prediksi Turis Asing <i>Ogah</i> ke Indonesia
Ketua DPD PHRI DIY Deddy Pranawa Eryana (ANTARA/Eka AR)

Bagikan:

YOGYAKARTA - DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia DIY menilai pasal  perzinahan yang rencananya akan diatur dalam RUU KUHP bisa berdampak kontraproduktif terhadap upaya pemerintah membangkitkan sektor pariwisata.

“Bisa dibilang rencana itu niatnya baik, tetapi untuk memasukkan pasal perzinahan di RUU KUHP dan menerapkannya di seluruh wilayah Indonesia bisa berdampak kontraproduktif,” kata Ketua DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranawa Eryana di Yogyakarta, Antara, Selasa, 25 Oktober. 

Menurut dia, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat ini sedang gencar melakukan berbagai upaya untuk terus membangkitkan industri pariwisata di dalam negeri yang sempat terpuruk selama pandemi COVID-19.

Jika klausul tersebut ditetapkan, maka dimungkinkan wisatawan tanpa ikatan pernikahan yang menginap dalam satu kamar hotel bisa dipidana dengan ancaman denda yang cukup tinggi hingga Rp10 juta. Dengan demikian, lanjut dia, salah satu dampak yang berpotensi muncul adalah penurunan turis asing yang berwisata di Indonesia.

“Turis asing pasti akan membatalkan rencana mereka untuk masuk ke Indonesia dan memilih berwisata di negara tetangga,” katanya.

Padahal, lanjut dia, saat ini length of stay wisatawan asing di Yogyakarta sudah cukup baik yaitu sekitar empat hingga lima hari dan jumlah wisatawan terus meningkat, paling banyak dari Eropa serta negara Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Oleh karenanya, Deddy menegaskan bahwa PHRI DIY menolak rencana pasal perzinahan tersebut diatur dalam KUHP.

“Saya rasa, hal itu sudah masuk dalam ranah moral dan sudah diatur pula oleh pemerintah daerah melalui peraturan daerah yang penegakannya dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP),” katanya.

Deddy bahkan menegaskan, selama ini pun Satpol PP juga cukup rutin menggelar operasi penggerebekan tindakan asusila di hotel-hotel atau penginapan.

“Penggerebekan tindakan asusila sudah sangat sering dilakukan di hotel atau penginapan. Jika rancangan itu disahkan, maka justru akan jadi bumerang industri pariwisata,” kata Deddy Pranawa Eryana.