JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa dua saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta pada Kamis, 3 Juni kemarin.
Kedua saksi ini diperiksa untuk tersangka eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles. Mereka adalah Plh BP BUMD periode 2019 Riyadi dan Senior Manajer Divisi Pertanahan dan Hukum Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yadi Robby.
Kedua saksi ini ditelisik terkait sejumlah hal termasuk proses perencanaan dan pengadaan tanah yang buntutnya merugikan keuangan negara sebesar Rp152,5 miliar.
"Para saksi didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan perencanaan awal hingga proses dilaksanakannya pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 4 Juni.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK resmi menetapkan mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan bersama dua tersangka lain yaitu Direktur PT Adonara Propertindo Tomy Ardian dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene. Selain itu, KPK juga menetapkan tersangka korporasi yaitu PT Adonara Propertindo.
Kasus ini bermula saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah.
Selanjutnya, Perumda Pembangunan Sarana Jaya ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.
Dari kerja sama inilah, pada 8 April 2019 lalu, disepakati penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor Perumda Sarana Jaya. Tanda tangan ini dilakukan antara pihak pembeli yaitu Yoory dan Anja Runtuwene.
Masih di waktu yang sama tersebut, dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp108, 9 miliar ke rekening bank milik Anja pada Bank DKI. Berikutnya, atas perintah Yoory, pembayaran dilakukan sebesar Rp43,5 miliar.
Namun, dalam proses pengadaan tanah tersebut, Perumda Sarana Jaya diduga melakukan tindakan penyelewengan seperti tak melakukan kajian terhadap kelayakan objek tanah dan tak melakukan kajian appraisal tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai peraturan terkait.
Selain itu, perusahaan BUMD ini juga diduga kuat melakukan proses dan tahapan pengadaan tanah tak sesuai prosedur dan ada dokumen yang disusun secara backdate, serta kesepakatan harga awal antara Anja dan Perumda Sarana Jaya dilakukan sebelum proses negosiasi dilakukan.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.