JAKARTA - 12 pegawai KPK yang tak lolos Wawasan Kebangsaan (TWK) mengadu ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Kamis, 3 Juni.
Di sana mereka membahas materi TWK yang dianggap tidak relevan dan melemahkan komisi antirasuah tersebut.
"Kehadiran mereka ke MUI dalam rangka mengadukan proses seleksi TWK," ujar Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, dilansir Antara, Kamis, 3 Juni.
Cholil mengatakan 12 pegawai KPK itu bercerita soal keganjilan baik dari materi TWK maupun proses pengangkatan ASN. Untuk menjadi ASN di KPK masih harus menjalani TWK, sementara di lembaga lain seperti Komnas HAM tidak perlu.
Pegawai di Komnas HAM, kata mereka, langsung menjadi ASN tanpa TWK terlebih dahulu. Soal-soal di TWK juga dianggap tidak mencerminkan keahlian bahkan tidak mencerminkan kebangsaan.
"Pegawai KPK tersebut juga menceritakan bahwa mereka sudah banyak yang bekerja selama belasan tahun dan bahkan tidak pernah tersandung masalah etik," katanya.
BACA JUGA:
Tak hanya itu, mereka juga menceritakan ketidaknyamannya atas serangan dan tuduhan mulai dari Taliban sampai anti-NKRI.
Setelah audiensi itu, MUI akan membawa masalah ini ke dalam rapat pimpinan harian MUI, sehingga nantinya akan muncul tanggapan resmi dari MUI.
‘’Kita akan bawa masalah ini ke dalam rapat Pimpinan Harian MUI untuk memastikan langkah apa yang akan diambil MUI," ujar Cholil Nafis.
Sebelumnya, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat dalam Rangka Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.
Dalam SK itu, 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat TWK diminta untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasannya langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.
Surat tersebut merupakan tanggapan pimpinan KPK terhadap surat keberatan dari tujuh pegawai yang merupakan bagian dari 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat TWK tersebut.