Bagikan:

JAKARTA - Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono mengatakan, Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang jadi syarat alih status kepegawaian membuat 20 persen dari tenaga penindakan terpaksa dinonaktifkan. 

Bahkan, dia menyebut sembilan pegawai di antaranya adalah Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) KPK yang memiliki kemampuan tak main-main dalam menjalankan tugasnya.

"Kalau kita lihat datanya, 75 pegawai itu, 31 merupakan tenaga penindakan di mana total tenaga penindakan di KPK hanya kurang lebih 150 penyidik. Artinya 20 persen tenaga penyidik juga penindakan itu diberhentikan karena TWK," kata Giri dalam sebuah diskusi yang digelar pada Senin, 7 Juni.

Sementara dari sisi kualitas, sembilan dari 31 pegawai di bidang penindakan tersebut merupakan Kasatgas KPK yang salah satunya bahkan memegang rekor OTT terbanyak.

"Jadi ini bukan sekadar kuantitas tapi kualitas mereka yang sudah tidak diragukan lagi," 

"Sembilan orang kasatgas yang kualitasnya bukan kaleng-kaleng lagi," tegas Giri.

Sehingga, dirinya menganggap ketika mereka dinonaktifkan bahkan dinyatakan tak bisa lagi dibina berdasarkan hasil TWK sama saja dengan tidak menghargai kerja puluhan pegawai ini. Apalagi, banyak dari mereka telah bekerja memberantas korupsi sejak belasan tahun lalu.

"Belasan tahun kami berjuang tapi saat ini berwarna merah dan dinilai tidak bisa dibina. Koruptor masih bisa dibina, BNPT menitipkan sekian eks teroris untuk dibina, pengguna narkoba juga bisa direhabilitiasi tapi 51 orang tidak bisa dibina," ungkapnya.

"Apakah kami lebih buruk dibandingkan mereka?" tanya Giri dalam diskusi tersebut.

Diberitakan sebelumnya, TWK diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.

Sementara 75 pegawai termasuk Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan Direktur PJKAKI Sujarnarko dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Sedangkan dua pegawai lainnya tak hadir dalam tes wawancara.

Menurut penuturan para pegawai yang dinyatakan tidak lolos, ada sejumlah keganjilan dalam pelaksanaan asesmen ini. Termasuk, ada sejumlah pertanyaan yang dianggap melanggar ranah privat.

Para pegawai yang tak lolos ini, lantas melaporkan pelaksanaan TWK ke Komnas HAM. Selanjutnya, dibentuklah tim khusus yang dipimpin oleh dua komisioner yaitu Choirul Anam dan Sandrayati Moniaga untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM dalam tes ini.

Selain menyampaikan laporan ke Komnas HAM, para pegawai ini juga melaporkan pimpinannya ke sejumlah pihak dari mulai Dewan Pengawas KPK hingga Ombudsman RI.