Bagikan:

JAKARTA - Bupati Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), Amon Djobo viral di media sosial usai memarahi 2 pegawai Kementerian Sosial (Kemensos) dan menyindir Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini terkait bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).

Dalam video berdurasi 3 menit 9 detik yang viral di media sosial, Amon tampak duduk bersama 2 pegawai Kemensos. Dia mempermasalahkan bantuan PKH Kemensos yang disalurkan ke wilayahnya melalui DPRD, bukan melalui dinas terkait di Pemkab Alor.

Masih dalam video viral, Amon menuding ada unsur politik dalam pembagian bantuan PKH melalui DPRD. Dia menyebut Risma tidak mengetahui teknis penanganan bantuan sampai ke masyarakat bawah.

"Jangan pakai politik yang seperti itu, dia (Risma) tidak tahu proses bantuan pola penanganan, teknis penanganan bantuan ini sampai di bawah. Mulutnya lebih cepat dari pikiran, pejabat apa model begitu, Menteri model apa model begitu," ujar Amon yang menyindir Risma dalam video viral tersebut dikutip Rabu, 2 Juni.

Amon terus mencerca 2 pegawai Kemensos terkait bantuan PKH. Bahkan dia meminta 2 pegawai itu untuk segera angkat kaki dari Alor.

"Memangnya PKH itu DPR yang urus? Besok kamu pulang sudah, besok saya bikin surat ke Presiden, dia (Risma) pikir dia hebat," katanya dengan nada yang tinggi.

Di tengah kemarahannya dalam video itu, Amon mengaku tak masalah jika nantinya dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Video Bupati Amon ternyata menyulut api kemarahan PDI Perjuangan (PDIP). Partai banteng mencabut dukungan terhadapnya dan Wakil Bupati Imran Duru. 

Pencabutan dukungan terhadap Amon Djabo ini tertuang dalam surat DPP PDIP yang ditujukan kepada DPC PDIP Kabupaten Alor. Surat ini bernomor 2922/IN/DPP/VI/2021 yang ditandatangani oleh Ketua Kehormatan Partai Komarudin Watubun dan Sekjen Hasto Kristiyanto.

"DPP PDIP mencabut rekomendasi dan dukungan kepada Bupati dan Wakil Bupati Alor, pasangan Drs. Amon Djobo dan Imran Duru S.Pd, mempertimbangkan bahwa Bupati bukan kader PDIP sehingga tidak dapat dilakukan pemecatan," demikian bunyi salah satu poin dalam surat tersebut.

Surat itu tertanggal Rabu, 2 Juni, dengan perihal surat soal pencabutan rekomendasi dan dukungan kepada Bupati Alor. Dijelaskan dalam surat tersebut bahwa menyikapi perbuatan tak terpuji Bupati Alor Amon Djobo terhadap jajaran Kemensos dan aparat TNI.

Di salah satu poin tersebut juga disebutkan bahwa DPP PDIP mencabut surat nomor 3628/IN/DPP/XI/2017 tanggal 30 November 2017 perihal rekomendasi calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Alor pada Pilkada Serentak 2017 dan menyatakan surat tersebut tidak berlaku.

Bupati Alor Ngaku Tak Sebut PDIP

Bupati Alor, Nusa Tenggara Timur, Amon Djobo menyatakan bahwa pencabutan dukungan PDI Perjuangan terhadap dirinya merupakan hak dari partai berlambang banteng moncong putih tersebut.

"Itu sah-sah saja, itu hak dari PDIP namun saya sangat menyesalkan hal tersebut," katanya saat menghubungi Antara, di Kupang, Kamis, 3 Juni.

Namun, Amon menyesalkan bahwa kebersamaan antara dirinya dengan PDIP yang sudah lama terjalin dengan baik terpaksa harus terhenti

Bupati Alor tak menyangka bahwa PDIP akan terpengaruh dengan rekaman video yang sebenarnya diunggah tidak secara utuh hanya mengambil saat dirinya memarahi staf Kemensos.

Ia mengaku bahwa dalam video viral itu dirinya sama sekali tak pernah menyebutkan PDIP.

"Jadi kemarahan saya itu karena adanya tata kelola penyaluran bantuan sosial kepada korban bencana Seroja yang dilakukan Kemensos," kata dia.

Risma Lepas Tangan

Menteri Sosial yang juga Ketua DPP PDIP Bidang Kebudayaan, Tri Rismaharini mengaku telah menerima surat pencabutan dukungan partai terhadap Bupati Alor, NTT, Amon Djabo. 

"Terus terang tadi malem aku dapet, aku yo nggak tahu ini dukung mendukung," ujar Risma di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 3 Juni.

Risma mengaku diberitahu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto soal pencabutan dukungan kepada Bupati Amon.

Bupati Amon sendiri diketahui bukan merupakan kader partai banteng. Sehingga, teguran diberikan dalam bentuk pencabutan dukungan.

"Itu sudah malem kejadiannya. Pak Hasto hanya kasih tembusan ke aku kalau itu sudah kita cabut rekomendasinya. Tapi karena dia bukan berangkat dari PDIP, kita hanya memberikan dukungan," katanya.

Kendati demikian, mantan Wali Kota Surabaya itu tidak ingin berbicara lebih jauh menyoal pencabutan dukungan PDIP. Sebab, kata dia, sebagai petugas partai sekarang ini hanya fokus untuk memimpin kementerian sosial.

"Saya sebetulnya tidak ditataran itu, karena saya pasti yakin bahwa itu diputuskan bersama. Jadi kaya sekarang ini kan aku sebagian ada di kementerian. Jadi dari partai tidak mau terlalu ganggu aku, karena aku harus konsentrasi ke situ," jelasnya.

"Jadi ini bukan perkara setuju tidak setuju tapi bahwa itulah keputusan partai. Keputusan partai itu yang harus saya hormati," demikian Risma.

PDIP Agendakan Rapat Tertinggi

Politikus senior PDIP Junimart Girsang pun menyoroti masalah Bupati Alor tersebut.

"Saya kira bupati itu kan jabatan politik, kalau kita bicara politik tentu kita bicara tentang etika. Para pejabat ini harus tegas dan santun juga," ujar Junimart ditemui VOI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 3 Juni.

Junimart mencoba memahami Bupati Alor tersebut yang dinilainya hanya meluapkan kekesalan dengan gaya bahasanya yang lantang. Sehingga terkesan memarahi.

"Kalau saya bilang bukan memarahi, mungkin karena beliau kesal dengan gaya bahasanya terkesan memarahi," katanya.

Namun demikian, menurut Junimart, hal ini menjadi pelajaran ke depan bagi para pejabat. Sebab ucapan para pejabat menjadi contoh masyarakat. Bahkan jika ada hal yang kurang berkenan maka bisa dibuli.

"Kalau bicara tentang PDIP mengenai viralnya marah-marah bupati Alor kepada staf bu Mensos, bahkan Mensos sendiri kami PDIP tentu akan menelaah, mencermati dan bila mungkin akan dibawa ke rapat tertinggi DPP. Ya kita tunggu," ungkapnya.

"Kalau memang dibawa ke rapat tertinggi DPP, ya kita tunggu bagaimana hasil rapat tersebut," imbuhnya.

Kendati demikian, wakil ketua Komisi II DPR itu enggan merinci kapan PDIP mengagendakan rapat tertinggi tersebut.

"Kita belum tahu, tunggu saja kan mengangkut marwah juga. Tidak boleh dipolitisir, kita harus ambil sikap. Bagaimana sikap nanti kita tunggu rapat di DPP," tuturnya.

Junimart mengatakan, partainya secara non formal sudah melayangkan teguran kepada Bupati Amon terkait kemarahan tersebut. Namun, guna memutuskan sikap partai terhadapnya maka diperlukan pembahasan di rapat partai.

"Secara tidak resmi sudah ada (teguran, red), tapi kita bicara resminya karena itu yang valid. Kalau tidak resmi kan kemana mana liar juga. Jadi kita tunggu saja bagaimana hasil keputusan DPP kalau memang dibawa ke DPP nanti," katanya lagi.

Adapun soal sanksi, Junimart menegaskan bahwa semua keputusan berada di rapat tertinggi partai termasuk soal pencabutan dukungan. Jika sanksi ringan, maka hanya dilakukan teguran.

"Belum (cabut dukungan, red). Nanti kita lihat, kan ada sanksi ringan, sedang dan berat. (Kalau ringan, red) paling teguran," tandas Junimart Girsang.

DPR Minta Mendagri Tegur Bupati Alor

Tak hanya pengambilan sikap di internal PDIP, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pun diminta pertanggungjawabannya. 

Mendagri bakal ditanya Komisi II DPR menyoal etika Bupati Alor, Nusa Tenggara Timur, Amon Djobo.

"Tanggal 9 Juni kita raker bersama Mendagri. Kami akan tanyakan bagaimana sikap menteri sebagai kementerian yang mengawasi kepala daerah. Kita tunggu tanggal 9," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang ditemui VOI, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 3 Juni.

Junimart mengatakan, pihaknya selalu mengingatkan kepala daerah terpilih di seluruh Indonesia untuk selalu mengedepankan etika dan perilaku yang baik sebagai tauladan masyarakat.

"Kalau dari Komisi II DPR itu sesungguhnya kita selalu bicara bahwa setiap pejabat itu mulai presiden sampai camat harus mengerti perilaku yang baik. Maka disebut harus memahami asas-asas pemerintahan yang baik salah satunya itu (etika, red)," jelasnya.

Menurut politikus senior PDIP itu, semestinya Mendagri Tito yang menaungi kepala daerah dapat menegur Bupati Amon agar berperilaku tegas namun tetap santun. Sebab perilaku terkesan kasar bagi pimpinan daerah bisa dikategorikan sebagai pelanggaran.

"Saya kira harus ada peneguran supaya tidak terulang kepada para pejabat lain. Karena di UU Pemda itu diatur mana sanksi juga," ungkap Junimart.

"Contoh kecil, misalnya para pejabat kepala daerah itu berangkat keluar kota tanpa izin. Misalnya dari Palembang ke Jakarta tanpa ijin dari kementerian, maka itu sudah merupakan penyimpangan dan pelanggaran," sambungnya.