JAKARTA - Rezim milirer Myanmar kembali mendapat pukulan telak dari etnis bersenjata, dalam pertempuran di Negara Bagian Shan, Senin 31 Mei.
11 tentara junta tewas, termasuk seorang wakil komandan batalyon saat aliansi yang terdiri Myanmar National Democratic Alliance Army (MNDAA), Ta’ang National Liberation Army (TNLA) dan Arakan Army (AA) menyerang Batalyon Infanteri Ringan 123 di Namt Phat Kar, Kotapraja Kutkai, Negara Bagian Shan
Serangan dilakukan aliansi etnis bersentara terhadap prajurit batalyon yang berada di dalam kantor listrik Desa Namt Phat Kar, menurut laporan warga setempat.
Saksi mata menyebutkan, aliansi etnis bersenjata membuka tembakan tepat tengah malam waktu setempat. Kontak senjata berlangsung hingga pukul 4 pagi dengan kerugian dipihak militer, di mana prajuritnya tewas dan material berupa amunisi yang berhasil diambil aliansi etnis bersenjata.
Seorang perwira dari Aliansi Persaudaraan mengonfirmasi pertempuran itu, tetapi menolak memberikan rincian tentang bentrokan atau amunisi yang disita. Sementara, Kantor Berita Kokang melaporkan, Aliansi Persaudaraan menyita lima senapan dan lebih dari 100 butir amunisi dari tentara junta, menerbitkan foto-foto yang dikatakan sebagai senjata yang disita.
Kantor berita tersebut juga mengutip para pejuang Myanmar National Democratic Alliance Army (MNDAA), Ta’ang National Liberation Army (TNLA) dan Arakan Army (AA) yang tergabung dalam aliansi, mengklaim bahwa tentara junta telah menggunakan metamfetamin.
"Kami mulai mendengar suara tembakan sekitar pukul 00.00 dan berlanjut hingga pukul 04.00. Serangan tersebut ditujukan ke unit militer di kompleks kantor listrik. Bentrokan di Kutkai telah terjadi selama beberapa hari. Seorang wanita desa Namt Phat Kar terluka di salah satu lengannya. Beberapa rumah rusak ringan," kata anggota Tim Strategis Kemanusiaan – Negara Bagian Shan Utara (HST-NSS) melansir The Irrawady, Selasa 1 Juni.
Diketahui, Aliansi Persaudaraan sedang dalam proses penandatanganan perjanjian gencatan senjata bilateral dengan militer Myanmar, ketika yang kudeta terjadi pada 1 Februari dan pembicaraan otomatis batal. .
Saat merundingkan perjanjian gencatan senjata bilateral, kedua belah pihak mengumumkan dan memperpanjang gencatan senjata sepihak dari Desember 2018 hingga Maret tahun ini.
Keputusan aliansi pada bulan Maret untuk memperpanjang gencatan senjata sepihak selama satu bulan menuai kecaman luas di antara publik Myanmar, karena rezim militer telah menggunakan kekerasan mematikan terhadap pengunjuk rasa anti-rezim.
Aliansi itu belum memperpanjang gencatan senjata sejak April. Pada 10 April, sebuah pos polisi di desa Naung Mon di Lashio di Negara Bagian Shan utara mendapatkan serangan parah. Empat belas petugas polisi tewas dalam serangan itu, tetapi aliansi tidak mengaku bertanggung jawab.
Meskipun aliansi tersebut belum memperpanjang gencatan senjatanya, rezim militer Myanmar telah memperpanjang gencatan senjata sepihaknya setiap bulan. Pada Hari Minggu, perjanjian itu diperpanjang lagi hingga 30 Juni.
BACA JUGA:
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini