JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil ke Lapas Kelas IIA Cibinong.
Rizal Djalil akan menjalani masa hukuman selama empat tahun atas perbuatannya dalam kasus suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR tahun anggaran 2017-2018.
"Rizal Djalil menjalani pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 7 Mei.
Dirinya mengatakan, eksekusi terhadap Rizal Djalil dilakukan berdasarkan putusan PN Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor: 66/Pid.Sus-TPK/2020/PN. Jkt. Pst tertanggal 26 April 2021 dan telah berkekuatan hukum tetap.
Ali mengungkapkan, Rizal Djalil dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Selain menjalankan hukuman di lapas, narapidana ini juga dibebankan membayar pidana denda Rp 250 juta.
"Dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," ungkapnya.
BACA JUGA:
Rizal Djalil dinyatakan terbukti menerima suap dari Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo. Melalui seorang perantara, Leonardo menyampaikan akan menyerahkan uang Rp1,3 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk Rizal lewat pihak lain.
Uang tersebut akhirnya diserahkan kepada Rizal melalui salah satu pihak keluarga dengan jumlah, mencapai 100 ribu dolar Singapura di parkiran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Suap itu diberikan mengingat kewenangan Rizal selaku Anggota IV BPK RI yang telah mengupayakan PT Minarta Dutahutama milik Leonardo menjadi pelaksana proyek pembangunan Jaringan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibukota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria paket 2 di Kementerian PUPR.
Atas perbuatannya, Rizal disebut melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara, Leonardo didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini, bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada 28 Desember 2018. Saat itu, KPK mengamankan barang bukti berupa uang senilai Rp3,3 miliar ditambah 23.100 dolar Singapura dan 3.200 dolar AS atau total sekitar Rp 3,58 miliar.
Dalam perkara tersebut, KPK menetapkan 8 orang sebagai tersangka dan telah diputus di persidangan pada PN Tipikor Jakarta Pusat serta dilakukan eksekusi.