Bagikan:

JAKARTA - Masa peniadaan mudik telah berlangsung sejak 6 Mei sampai 17 Mei 2021. Namun, Kementerian Perhubungan menerbitkan peraturan Nomor 13 Tahun 2021. Dalam Permenhub tersebut, ada 8 kawasan perkotaan aglomerasi yang diperbolehkan melakukan pergerakan kendaraan tanpa perlu SIKM. 

Delapan kawasan tersebut adalah Medan Raya Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo); Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi); Bandung Raya (Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat); Semarang Raya (Semarang, Kendal, Demak, Ungaran, Purwodadi).

Lalu, Yogyakarta Raya (Kota Yogyakarta, Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunungkidul); Solo Raya (Kota Solo, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, Sragen); Surabaya Raya (Surabaya, Gresik, Lamongan, Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo); dan Makassar Raya (Makassar, Takalar, Maros, Sungguminasa).

Dari sini, masyarakat mengasumsikan pemerintah membolehkan adanya mudik lokal, selama masih dalam satu wilayah aglomerasi. Sebab, pelaku perjalanan di satu kawasan tersebut tak perlu mengurus SIKM.

Namun, Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo meminta pemerintah daerah dan aparat setempat melarang mudik lokal selama masa larangan mudik Lebaran tahun ini, pada 6 sampai 17 Mei 2021.

"Mudik lokalpun kita harapkan tetap dilarang. Jangan dibiarkan terjadi mudik lokal," kata Doni dalam rapat koordinasi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 secara virtual, Minggu, 2 Mei.

Hal ini kembali ditegaskan Juru Bicara Satuan Tugas penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito. Wiku menegaskan mudik lokal juga dilarang dalam masa peniadaan mudik lebaran tahun ini. 

"Untuk memecah kebingungan yang ada di masyarakat terkait mudik lokal di wilayah aglomerasi, saya tegaskan bahwa pemerintah melarang apa pun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten kota aglomerasi," kata Wiku dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Kamis, 6 Mei.

Namun, Wiku menekankan bahwa kegiatan lain selain mudik di dalam satu wilayah kabupaten/kota atau aglomerasi khususnya di sektor-sektor esensial akan tetap beroperasi tanpa penyekatan apapun demi melancarkan kegiatan sosial ekonomi daerah.

Menanggapi hal ini pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah bilang pemerintah membingungkan. Di satu sisi, ada pengecualian larangan mudik di satu kawasan aglomerasi. Tapi, Satgas tegas melarang mudik lokal.

"Satgas melarang mudik lokal tapi ada Permenhub yang mengecualikan 8 aglomerasi. Ini bikin publik bingung. Maksudnya bagaimana?" kata Trubus kepada VOI.

"Kalau memang enggak boleh, tak usah ada pengecualian di wilayah aglomerasi segala. Kebijakan yang mencla-mencle begini kan jadi membingungkan masyarakat. Kepala daerah juga bingung itu," lanjutnya.

Menurut Trubus, jika mudik lokal dilarang, pemerintah harus tegas melarang semua perjalanan di wilayah aglomerasi kecuali pelaku perjalanan yang bepergian karena urusan pekerjaan atau ada kepentingan khusus.

Sebab, jika larangan mudik lokal hanya sebatas ucapan, sementara tidak ada penyekatan dan penggunaan surat izin keluar masuk (SIKM) bagi pelaku perjalanan dalam satu wilayah aglomerasi, masih akan ada yang melakukan mudik lokal.

"Kalau mau tegas, larang aja. dilarang semua. Kalau soal keperluan bekerja, pegawainya bisa dikasih kartu atau surat keterangan dari kantornya saja. Hal ini agar memisahkan pekerja tersebut bukanlah pemudik," ujar dia.