JAKARTA - Setelah berpolemik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengumumkan ada 75 pegawainya yang tak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Asesmen ini merupakan syarat bagi pegawai komisi antirasuah menjadi aparatur sipil negara (ASN) seperti amanat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.
Pengumuman ini disampaikan oleh Ketua KPK Firli Bahuri didampingi Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Dewan Pengawas KPK Indriyanto Seno Adji, dan Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa.
"Pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 75 orang," kata Firli dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Mei.
Hanya saja, eks Deputi Penindakan KPK itu tidak mengungkap siapa saja pegawai yang tak lolos seleksi. Alasannya, KPK menjunjung tinggi penegakan hak asasi manusia dan tak mau hal tersebut berdampak pada keluarga maupun lingkungan sekitar mereka.
"Untuk 75 nama akan kami sampaikan melalui sekjen setelah surat keputusan keluar karena kami tidak ingin menebar isu," ungkapnya.
Selain menolak untuk memaparkan 75 nama pegawai yang gagal jadi ASN, KPK juga belum mengambil sikap apapun terhadap mereka. Hal ini disampaikannya, sekaligus menanggapi adanya kabar KPK akan memecat sejumlah orang termasuk penyidik senior Novel Baswedan yang disebut tak lolos asesmen.
"Saya ingin katakan sampai hari ini KPK tidak pernah mengatakan dan menegaskan ada proses pemecatan. KPK juga tidak pernah bicara memberhentikan orang dengan tidak hormat, KPK juga tidak pernah bicara soal memberhentikan pegawainya dengan hormat. Tidak ada," tegasnya.
Asesmen ini dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK dan hasilnya, sebanyak 1.274 orang dinyatakan lolos memenuhi syarat, 75 dinyatakan tidak memenuhi syarat, dan dua tidak hadir dalam tes wawancara.
Selanjutnya, KPK akan menyerahkan nama mereka yang tak lolos ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi (KemenPANRB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hal ini dilakukan berdasarkan keputusan rapat pimpinan bersama stakeholder di komisi antirasuah.
"KPK akan melakukan koordinasi dengan KemenPANRB dan BKN terkait tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan TMS (tidak memenuhi syarat)," kata Sekjen KPK Cahya H. Harefa dalam konferensi pers yang sama.
Dia mengatakan, selagi belum ada penjelasan dari KemenPANRB dan BKN maka KPK tak akan melakukan pemecatan terhadap 75 pegawai tersebut. "KPK sampai saat ini tidak pernah menyatakan melakukan pemecatan terhadap pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat sampai dengan keputusan lebih lanjut sesuai dengan perundang-undangan terkait ASN," tegasnya.
BACA JUGA:
Tjahjo pertanyakan penyerahan nasib 75 pegawai KPK ke kementeriannya
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Tjahjo Kumolo buka suara perihal keputusan pemecatan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK), dikembalikan ke pihaknya.
"Kok dikembalikan ke PAN-RB, dasar hukumnya apa? Ini kan intern rumah tangga KPK. Saya tidak tahu, sejak awal kan ini masalah intern KPK," kata Tjahjo kepada wartawan, Rabu, 5 Mei.
Dia mengaku bingung mendapat limpahan tanggung jawab itu sebab tak memiliki dasar hukum. Menurutnya, sejak awal ujian seleksi ASN itu merupakan masalah internal KPK.
Tak hanya itu, dirinya mengaku tidak tahu jika komisi antirasuah akan berkomunikasi dengan KemenPANRB.
Lebih lanjut, Tjahjo menjelaskan tes ASN pegawai KPK sepenuhnya kewenangan pimpinan KPK berdasarkan peraturan dari komisioner KPK. Dalam ujian seleksi tersebut, KPK bekerja sama dengan BKN dan hasilnya langsung kepada pimpinan lembaga tersebut.
Sehingga, keputusan terkait hasil TWK berada di tangan pimpinan KPK, bukan diserahkan kepada KemenPANRB.
"KemenPANRB tidak ikut dalam proses test pegawai KPK terkait wawancara kebangsaan atau sebagaimana peraturan komisioner KPK hal ini kewenangan pimpinan KPK," tegasnya.
"Dasar test pegawai KPK adalah peraturan komisioner kpk KemenPANRB tidak ikut dalam proses test wawasan kebangsaan tersebut kerjasama KPK dengan BKN, keputusan dari tim wawancara test, hasil diserahkan ke pimpinan KPK, ya sudah selesai," imbuh politikus PDI Perjuangan tersebut.
Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan dianggap keliru sejak awal
Koalisi Save KPK mengkritisi kebijakan Ketua KPK Firli Bahuri yang disebut menjadi inisiator asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Koalisi yang terdiri dari sejumlah pegiat antikorupsi, termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW) ini menilai Firli punya agenda untuk membuang pegawai yang tengah menangani perkara besar yang melibatkan oknum yang sedang berkuasa.
"Langkah keliru Ketua KPK ini semakin menambah catatan suram lembaga antirasuah di bawah komandonya (Firli Bahuri, red)," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana yang juga tergabung dalam koalisi ini dalam konferensi pers sebelum KPK mengumumkan 75 pegawainya tak lolos seleksi.
Dia menyebut, Firli harus taat aturan hukum dan putusan MK yang menegaskan peralihan status kepegawaian tak boleh merugikan para pegawai komisi antirasuah.
Tak hanya itu, koalisi ini memandang, masuknya Firli sebagai pimpinan KPK memiliki agenda khusus untuk melemahkan lembaga antirasuah dari dalam.
Hal ini terlihat dari tak kunjung ditangkapnya eks caleg PDIP penyuap komisioner KPU, Harun Masiku; penghilangan nama dalam surat dakwaan kasus korupsi bansos COVID; melindungi saksi perkara kasus suap izin ekspor benih lobster; hingga menerbitkan SP3 BLBI; dan puluhan kontroversi lainnya.
Kurnia mengatakan, KPK harusnya tidak melakukan pengujian. Apalagi, dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 yang tidak menyebutkan sama sekali tahapan seleksi saat dilakukan peralihan kepegawaian
"Kami juga meminta menghentikan segala bentuk pembusukan KPK dengan menyingkirkan pegawai-pegawai yang tercatat dalam sejarah adalah figur yang memiliki integritas dan komiten tinggi bagi pemberantasan korupsi. Seharusnya hal-hal seperti ini diungkap dan diinvestigasi secara terbuka," pungkasnya.