Kematian Meningkat, Senat Brasil Tangguhkan Perlindungan Paten Vaksin COVID-19
Ilustrasi vaksin COVID-19. (Wikimedia Commons/U.S. Secretary of Defense)

Bagikan:

JAKARTA - Senat Brasil pada Hari Kamis 29 April waktu setempat menyetujui rancangan undang-undang (RUU), untuk menangguhkan perlindungan paten untuk vaksin COVID-19, tes dan obat-obatan selama pandemi, mengirimkan proposal ke majelis rendah Kongres untuk dipertimbangkan dan kemungkinan amandemen.

Masih belum jelas apakah anggota parlemen majelis rendah akan mengesahkan RUU tersebut, dengan implikasi bagi perusahaan farmasi seperti AstraZeneca dan China Sinovac Biotech yang telah melaksanakan produksi lokal vaksin COVID-19 di Brasil.

Sementara, produsen vaksin COVID-19 Amerika Serikat Pfizer juga telah melakukan pengiriman pertama vaksin mereka ke Brasil pada Kamis malam. 

Sebelumnya, pemerintah Presiden Jair Bolsonaro secara terbuka menentang proposal untuk menangguhkan perlindungan paten. Presiden Bolsonaro berdalih, langkah seperti itu dapat membahayakan pembicaraan dengan produsen vaksin.

Brasil mencatat jumlah kematian akibat pandemi COVID-19 melewati angka 400.000, penghitungan tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat, pada Hari Kamis kemarin.  

Para ahli mengatakan, ini disebabkan peluncuran vaksin yang lambat di Brasil, sehingga membuat angka kematian harian tetap tinggi selama berbulan-bulan.

"Kami tidak bisa tetap mengawasi secara pasif, hari demi hari, 3.000 hingga 5.000 kematian. Ada peluang, kami harus melakukan bagian kami," kata Senator Nelsinho Trad, salah satu pendukung RUU tersebut, melansir Reuters, Jumat 30 April. 

Menurut RUU tersebut, pemegang paten wajib memberikan semua informasi yang diperlukan untuk memproduksi vaksin dan obat-obatan COVID-19 kepada otoritas. 

Kemudian, jika pemerintah menyerukan keadaan darurat, mereka dapat diproduksi secara lokal di bawah perjanjian lisensi. Tujuannya, menurut Senator Paulo Paim yang menyusun RUU itu, untuk mengefektifkan produksi vaksin guna mempercepat penyuntikan.

Belum ada komentar dari Kantor Kepresidenan maupun Kementerian Kesehatan Brasil terjait dengan hal ini.